Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Telepon dari Mama

23 Februari 2020   07:15 Diperbarui: 23 Februari 2020   07:15 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tetapi dari sirkuit itu pulalah ia menemukan cinta. Terlampau sering Surya bertemu gadis cantik pembawa payung yang sama sehingga menumbuhkan perasaan menyenangkan di relung dada Surya. Dan kemudian Tini, gadis pembawa payung itu yang juga puteri sulung Mama, dipinangnya.

Semenjak dibukanya seri balapan kelas mobil retro, keinginan berkecambah dalam benak Surya untuk menggauli lagi erangan memekakkan dari kitiran cepat mesin balap. Ia hanya perlu mobil lawas yang diganti dengan mesin keluaran baru berperforma tinggi.

Setelah berhasil menepis kekhawatiran Tini dan --tentu saja-- meyakinkan Mama pada setiap percakapan meja makan dan sekotak martabak atau beberapa bungkus kupat tahu setiap pulang kantor, kerontang nafsu balapan itu akhirnya diairi oleh anggukan lemah Mama dan Tini.

Tentu, istrinya selalu ikut dalam setiap event balap. Ia paham betul para pemacu kecepatan itu bertabur gadis-gadis cantik di sekitarnya. Gadis-gadis panitia, gadis-gadis yang mempromosikan produk sponsor dan gadis-gadis pembawa payung di sirkuit.

Dengan dandanan meriah dan seronok, para gadis semampai itu dengan setia memayungi pebalap dari terik matahari di atas aspal berkilau-kilau yang menunggu aba-aba acara dimulai.

Tapi kini perbedaan generasi semakin lebar. Semuanya jauh lebih muda dan tampak kian menyala. Selama setahun mendampingi suaminya,Tini tidak menemukan satupun kolega sepantaran.

Panas membakar, raungan menderu-deru, debu sirkuit beterbangan membuat Tini bosan. Ia lalu membiarkan suaminya bergelimang dengan kesenangannya, sendiri.

Itulah awal badai yang mengguncangkan bahtera rumah tangga Tini dan Surya.

Terlampau sering Surya bertemu gadis pembawa payung yang sama sehingga menumbuhkan kembali perasaan menyenangkan di relung dadanya. Dan kemudian gadis pembawa payung itu menjadi kekasih gelapnya.

Saat ini, pikiran Surya berkecamuk: antara mengikuti nafsu balap atau memenuhi kemauan Mama yang demikian sulit diabaikan.

Dengan menggunakan setelan kemeja batik terbaik, pantalon hitam dan pantofel berkilap, Surya meluncur ke tempat Mama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun