Aku mendekap bunga krisan ditangan, warna orensnya bergantian tertumbuk cahaya mentari di pedestrian.
Sekejap aku akan merambah gerbang rumah sakit yanghampir disenja menjelang, aku selalu melintasi jalan ini.
Pas pukul besuk, rantai pagar besinya dibuka, lalu orang berbondong separuh berebut, hampir segala membawa buah tangan termasuk aku yang berbunga krisan.
Aku berjalan lurus saja, sampai terujung, disitulah sal mama. Terlihat lampu benderang menyatakan hatiku tak usah meradang. Kerna ini sudah kesebelas kali mama diopnam, bolak-balik semenjak menginjak jauh usianya.
Pintu kamarnya yang tinggi mungkin tiga kali tinggi badanku, aku mendorongnya lambat. Dan benar mama tertidur.Â
Tempat tidurnya tinggi, disampingnya ada meja dengan bunga krisan yang sedih. Aku mengendap dan tubuhku yang kecil ringkas menguras krisan yang layu, lalu menggantinya dari lenganku.
Selanjutnya aku beringsut berbenah barang tergeletak, mama bergeliat mengusap matanya yang menatap krisan segarku.
Jangan membawa bunga, mereka hanya akan layu dan mati! Ucap mama lirih.
Aku diam menggigit bibir, tiba-tiba aku merasa, aku takut mamaku akan mati, di tempat tidur ini, di samping bunga krisan yang sedih.
Baiklah mama. Aku akan melupakannya esok! Jawabku dengan kasih.
Mama mengangguk dan matanya kembali ke kepalanya.
Aku menjulurkan lengan memungut sebotol jus di sisi kasurnya. Jus oranye itu seperti tak terteguk.
Mama kembali membuang matanya.
Jangan pernah bawa jus jeruk itu juga! Katanya. Aku terdiam dengan botol orens digenggam.
Nostalgia oranye itulah adanya! Sambung mama. Aku tak mengerti, aku menjawab. Baik mama!