Mohon tunggu...
Haqi Hilmawan
Haqi Hilmawan Mohon Tunggu... Freelance

Menurut saya, menulis bukan sekedar berpikir, melainkan menjadi teman cerita untuk diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nasihat orang tua

19 Agustus 2025   19:09 Diperbarui: 19 Agustus 2025   19:09 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pinterest 

   "Terimakasih, Bu." Alif balas memeluk.

   "Ayo kita makan, Lif." Ibunya beranjak mempersiapkan sarapan. Aroma masakannya masih mengharumkan langit-langit dapur. Alif pindah posisi duduk, di kursi meja makan. Ibunya memasak semur daging. Asap mengepul saat ibunya membawa ke meja makan. Ruangan lenggang sejenak, menyisakan suara sendok dan piring.

   Terdengar suara deru mesin mobil berhenti persis di depan rumah. Ibunya beranjak dari meja makan, melihat siapa yang datang. Alif pun ikut beranjak, penasaran. Seorang wanita keluar dari mobil. Penampilannya mewah, memakai kaca mata hitam dengan baju hitam dan celana kulot. Sepatu heels. Ibunya mengintip lewat jendela. Ternyata yang datang teman lamanya. Wanita yang menawarkan Alif mengajar.

   "Permisi." Wanita itu mengetuk pintu. Tanpa perlu menunggu lama, ibunya membukakan pintu.

   "Apa kabar, Jeng!." Wanita itu langsung memeluk ibunya. Alif hanya melihat dari kejauhan.

   "Kenapa tidak mengabari dulu kalau mau datang." Ibunya menyuruh masuk teman lamanya itu. Lantas Alif berinisiatif membuatkan minuman dan sedikit cemilan. Dia membawakan ke sofa ruang tamu.

   "Oh, ini anakmu. Kamu sudah siap menjadi guru di sekolah tempat Bibi mengajar." Wanita itu mengerutkan dahinya, lalu tersenyum. Alif mengangguk takhzim. Ibunya ikut tersenyum.

   "Aku kesini hanya ingin mengabari, bahwa besok Alif sudah bisa mengajar, dengan membawa persyaratan. Selayaknya seorang ingin melamar kerja saja." Wanita itu memberitahu. Sekaligus kabar baik bagi Alif. Ibunya ikut merasakan bahagia.

   "Aku tidak bisa berlama-lama, Jeng. Aku pamit ya." Wanita itu beranjak dari sofa. Ibunya mengantar hingga depan

berangkat. Ibunya sedang sibuk mengurus dapur. Tidak lama kemudian, Alif izin pada ibunya.

   "Hati-hati, Lif. Doa terbaik untukmu." Alif bersalaman. Tidak lupa ibunya mencium kening Alif. Matahari sudah muncul dari tadi. Pukul setengah tujuh Alif berangkat. Jalanan masih terlihat lenggang, hanya beberapa kendaraan yang lewat. Padahal waktu sudah agak siang. Perasaan bimbang yang menghantui Alif semalam, kini telah hilang sejenak berganti kesibukan. Pikirannya hanya fokus pada tujuannya sekarang. Mungkin setelah selesai sibuk, Alif akan teringat kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun