"Tidak apa biar aku saja, Bu. Lebih baik ibu masuk ke dalam saja, istirahat." Alif menolak bantuan ibunya. Namun, apa boleh buat, ibunya tetap kekeh membantu. Alif tidak bisa menolak lagi.
  "Ibu sudah buatkan sup ayam untukmu, tinggal dipanaskan saja." Ibunya menyiapkan sarapan malam. Setelah selesai mandi, Alif duduk di kursi meja makan sambil menunggu sup ayam matang. Aromanya tercium lezat, membuat perut Alif keroncongan.
  "Aku sudah tidak sabar, Bu. Ingin mencicipinya. Ibu lebih jago dari ayah, kalau soal memasak." Alif memuji. Benar yang dikatakannya. Ayahnya memang seorang chef, tapi kalau soal masak di rumah, ayahnya kalah.
  "Sup ayam siap di santap." Ibunya membawa mangkuk berukuran besar, asap mengepul, membanjiri ruangan. Setelah selesai makan malam. Terdengar suara dering telepon berbunyi, ayahnya Video call.
  "Halo, apa kabar kalian berdua." Ayahnya melambaikan tangan, tersenyum.
  "Baik, Yah. Ayah bagaimana?." Istrinya bertanya, Alif terlihat bahagia.
  "Baik, Bu. Alif mau kuliah dimana?." Ayahnya bertanya.
  "Aku masih binggung, Yah. Aku mau mencoba SNBP, (Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi), tapi takut gagal." Alif tersenyum tipis.
  "Kamu coba saja dulu. Kegagalan bukan berarti kamu kalah, Lif." Ibunya mengelus rambut anaknya.
  "Benar yang di katakan ibumu, Lif. Kalau kamu tidak mencoba, kamu tidak tau hasilnya." Ayahnya tersenyum. Perbincangan yang cukup lama. Saking rindunya, ibu Alif tidak ingin suaminya mematikan telepon. Namun, karena pekerjaan yang membuat rindu itu harus tertunda. Hampir sejam mereka bicara, dan ayah Alif harus melanjutkan pekerjaannya, akhirnya telepon dimatikan. Ibu Alif mendengus kesal.
  "Sudah malam, lebih baik kamu tidur, Lif. Jangan terlalu dipikirkan." Ibunya memeluk erat. Lantas Alif beranjak pergi menuju kamarnya.