Pagi ini,
Di bawah tudungan atap kampus
Isi kepalaku mengawang
Melewati tingkap ruang dan waktu
Aku disapa dalam satu lamunan insaniku
Suatu waktu,Â
Aku melewati hutan bersama ayah
Mencari segenggam nasib yang dipersembahkan alamÂ
Melewati lorong-lorong terjal dan mencium bau hutan yang khas
Dari belakang mengamati,
Sepasang tungkai di hadapanku tampak runyam penuh goresan
Gumpalan kecil tanah menyatu di antara celah-celah tungkai yang berlubang
Ia sudah berjalan cukup jauh,
Melewati kering rerumputan dalam dahaga suram impian hidup,
Mencari oase di tengah gerahnya gurun hidup yang penuh persoalan,
Merawat luka yang digoreskan demi menghidupi anak-anak yang seperti sulur mulai tumbuh merambat mencari makna hidup
Sepasang tungkai itu telah pecah membentuk lubang
Ya,
Tungkai kaki yang telah memecahkan karang hidup yang keras
Memecahkan kesunyian malam yang ringkih
Dan ia masih memolesi hidup dalam senyum dan tawa yang renyah tanpa jeda,
Membumbui malam dengan kisah tak bertepiÂ
Memberi pesan di tengah pekat yang sunyi kepada buah hati yang dibingkai cinta
Kami melewati lorong-lorong sunyi tanpa cerita,
Menggenggam tali untuk pagar tanaman
Dan aku memujinya tanpa kata terucap,
Adakah engkau adalah surga?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI