“Apa dek…apa yang sebenarnya”
Sebenarnya adek malas mau memberikan jawabanya ini bang. Adek takut abang kecewa dan sedih. Tapi, semoga ini keputusan yang tepat untuk kebaikan kita bersama, untuk masa depan kita nanti. Hatiku jadi bertanya-tanya. Aku terheran-heran. Apa sebenarnya yang terjadi. Hati ku berkata mungkin lamaranya ku ditolak atau karena orangtuanya tidak mensetujui hubungan kami.
“Ada apa sih dek. Jangan buat abang dek-dekan deh. Jangan buat abang bertanya-tanya sih dek” tanyaku padanya.
Aku melihat matanya memerah, jantungnya berdegup kenyang.
“Yah bang. Orangtua adek sudah menjodohkan adek dengan calon pilihanya. Dia juga mantan saya dahulu bang”
Aku pun terdiam. Tak bisa berkata-kata banyak lagi. Canda tawa kami setelah sarapan lontong tadi berubah seperti awan yang pekat. Matahari bersinar terang berubah mendung, mata ku pun sayu dan maiyun.
“Baiklah dek. Jika itu memang keputusan adek dan orangtua. Dan demi kebaikana dek, abang akan terima dengan berlapang dada” jawabaku.
Aku tak bisa berbuat banyak. Karena terlalu cintanya diriku padanya, aku pun mulai berniat ingin membawanya lari dan kabur. Aku ingin hidup bersamanya selama-selamanya, susah dan senang.
Dek, cintaku padamu sangat tulus. Cinta ku padamu murni. Izinkan aku berjumpa dengan orangtua mu dek. Sekali ini saja dek” pinta ku.
“Tidak bang. Sudah terlambat. Kami akan bertunangan malam ini dan minggu depan akan menikah” jawabanya dengan begitu sempurna.
Aku pun meminta dirinya agar mengizinkan aku berjumpa dengan orangtua. Aku berharap agar pertunangan mereka nanti malam bisa dibatalkan. Namun, di kedai kopi itu hatiku mulai hancur. Dirinya pun tidak mengizinkan aku berjumpa dengan orangtua.