Mohon tunggu...
Ahmad Yani
Ahmad Yani Mohon Tunggu...

Tak Ada Kata Terlambat Belajar. Kalau berkenan bisa kunjungi http://blogeraan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Lamaranku Ditolak di Kedai Kopi

26 Januari 2016   15:24 Diperbarui: 26 Januari 2016   15:31 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

SMS masuk di Handpone ku.. Oh ternyata dari pacarku. Pagi itu aku belum bangun tidur. Mata ku masih sembab, dengan taik mata menempel.

“Oh busuknya diriku”

 

“Bang, kita sarapan yuk ditempat biasa” itulah isi SMS aku terima darinya. Aku pun membalas dengan lemah lembut.

“Baiklah Sayang”

“Ok bang. Ade tunggu yah” jawabanya kembali.

Matahari sudah bersinar terang menerangi bumi. Aku masih berat untuk beranjak dari kasur lembutku. Pagi itu aku menguatkan diri bangun lebih awal karena ingin ketemu dan sarapan dengan pujaan hati ku.

“Semoga dapat kabar baik darinya” ucapku dengan harap.

Sehari sebelum dia mengajak ku sarapan pagi itu, aku sudah mengungkapkan cinta ku padanya. Aku akan melamarnya. Sebelum berangkat dari rumah untuk bertemu denganya, aku mandi terlebih dahulu, membasuhi badan yang semalaman tidur cukup nyenyak. Ku gosok gigiku agar bau busuk hilang. ku lumunin shampo lebih banyak dari hari-hari biasanya. Karena aku ingin terlihat indah dan wangi di matanya. Pagi cerah itu merupakan hari istimewa bagi ku. Aku memang sedang menunggu jawaban darinya untuk menerima laraman ku.

 

“Bahagianya jika lamaraku diterimanya. Aku sangat mencintainya. Aku sudah sangat dekat denganya. Aku tak mau kehilanganya. Hidupku akan hancur jika aku kehilanganya” hati ku berkata-kata didepan cermin kecilku sembari merapikan dan mensisir rambut ikalku.

Aku bergegas menghidupkan motor bebek ku. Ku panasin mesin motorku. Sekitar 10 menit perjalanan menuju ke tempat kami ketemu. Aku melihat dia sudah sampai terlebih dahulu. Aku pun cepat-cepat mematikan mesin motor dan memparkirkan didepan kedai kopi.

“Kamu sudah sampai”

“Saya barusan sampai 10 menit tadi bang”

“Pikirin abang kamu belum sampai”

“Bisa aja abang” Emmm…

Senangnya hati ku melihat dirimu. Seumpana rembulan, dikelilingi bintang-bintang berkilau indah. Aku pandang wajahmu, hatiku menjadi lembut, pikiran aku jernih. Dirimu seumpama ratu dalam hidupku.

“Duduklah dulu. Abang mau sarapan apa, mau minum apa, ntar biar adek yang pesanin” pintannya agar aku duduk di bangku yang telah tersedia didepanya ini.

Aku melihat disekelingku tempat kami sarapan juga ada beberapa warga yang asik-asik bercanda pada pagi buta ini.

“Abang pesan lontong, kopi susu dan air putih aja yah. Ada apa yang dek ngajak abang sarapan. Tumben Ya. ” tanyaku padanya.

“Kita sarapan dulu yang bang. Nanti kita ngobrol setelah sarapan” jawabnya dengan senyuman yang menawan. “Baiklah Adek. Kita selesaikan dulu sarapan”

Lontong sayur, kopi susu dan air putuh pun datang. Aku dan dia pagi itu sama-sama memesan lontong. Hanya saja dia minum teh hanggat. Aku menikmati sekali sarapan pagi itu. Apalagi sarapan pagi bersama pujaan hati. Lontong pun habis tak bersisa, hanya tinggal bekas kuah-kuah yang tak ku telan.

“Kuahnya pedas banget” rintihnya.

Air mata pun bercucur karena kuah lontong terbuat dari cabe dan rempah-rempat itu masuk ke dalam mata ku. Lontong merupakan makanan favoriteku. Aku jarang melewati sarapan pagi tanpa lontong dan kopi susu.

Ditempat tinggalku juga banyak penjual makanan ringan ini. Lontong sangat mudah untuk dibeli disini. Lontong pun sudah habis ku santap. Begitu juga longong dimakan wanita pujaanku yang berada di depanku. Hanya kopi susu dan teh hangatnya yang belum habis kami minum.

“Dek ada cabe tuh nempel di gigimu” cetusku padanya.

“Ihh abang nih biasa aja. Bikin adek malu deh”.

Aku melihat ia malu ketika aku menyebut ada cabe di giginya. Ia pun mengambil cabe tersebut dan membuangnya.

“Udah adek buang. Udah nggak ada lagi kan”

“Yah dek, udah nggak ada lagi tuh”

Kami pun sama-sama ketawa..ehehehehheeheh

Dia pun mulai pembicaraanya. Aku melihat wajahnya mulai berubah ketika ingin memberi jawaban yang aku nanti dan ku tunggu-tunggu cukup lama ini.

“Bang..Bang..Abang..sebenarnya”

“Apa dek…apa yang sebenarnya”

Sebenarnya adek malas mau memberikan jawabanya ini bang. Adek takut abang kecewa dan sedih. Tapi, semoga ini keputusan yang tepat untuk kebaikan kita bersama, untuk masa depan kita nanti. Hatiku jadi bertanya-tanya. Aku terheran-heran. Apa sebenarnya yang terjadi. Hati ku berkata mungkin lamaranya ku ditolak atau karena orangtuanya tidak mensetujui hubungan kami.

“Ada apa sih dek. Jangan buat abang dek-dekan deh. Jangan buat abang bertanya-tanya sih dek” tanyaku padanya.

Aku melihat matanya memerah, jantungnya berdegup kenyang.

“Yah bang. Orangtua adek sudah menjodohkan adek dengan calon pilihanya. Dia juga mantan saya dahulu bang”

Aku pun terdiam. Tak bisa berkata-kata banyak lagi. Canda tawa kami setelah sarapan lontong tadi berubah seperti awan yang pekat. Matahari bersinar terang berubah mendung, mata ku pun sayu dan maiyun.

“Baiklah dek. Jika itu memang keputusan adek dan orangtua. Dan demi kebaikana dek, abang akan terima dengan berlapang dada” jawabaku.

Aku tak bisa berbuat banyak. Karena terlalu cintanya diriku padanya, aku pun mulai berniat ingin membawanya lari dan kabur. Aku ingin hidup bersamanya selama-selamanya, susah dan senang.

Dek, cintaku padamu sangat tulus. Cinta ku padamu murni. Izinkan aku berjumpa dengan orangtua mu dek. Sekali ini saja dek” pinta ku.

“Tidak bang. Sudah terlambat. Kami akan bertunangan malam ini dan minggu depan akan menikah” jawabanya dengan begitu sempurna.

Aku pun meminta dirinya agar mengizinkan aku berjumpa dengan orangtua. Aku berharap agar pertunangan mereka nanti malam bisa dibatalkan. Namun, di kedai kopi itu hatiku mulai hancur. Dirinya pun tidak mengizinkan aku berjumpa dengan orangtua.

“Izinkan aku berjumpa dengan orangtua dek dan kita membatalkan pertunanganmu malam ini”

“Tidak bisa dibatalkan lagi bang. Pertunangan kami sudah disiapkan semua bang” katanya.

Aku terdiam sipu di kursi kedai kopi itu. Ia lalu pergi meninggalkan aku sendiri. Sekian terimakasih….

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun