Aroma rokok yang begitu kuat
Berlahan kuhisap dengan penuh penjiwaan
Percikan bara mulai hanguskan tembakau
Asap berlari tak tentu arah
Apalagi yang bisa Aku lakukan?
Aku telah lelah melewati pintu ke pintu
Dengan selembar kertas
Yang mereka katakan kehidupan
Kertas yang mulai lusuhÂ
Oleh banyaknya tangan yang menjamah
Menemaniku duduk di kayu tua yang rapuh ini
Siapa lagi yang mau menemani?
Kuyakin mereka takut menghapiri
Dengan tubuh yang urakan ini
Mereka takut takdir bisa berpindah
Hisapan rokok semakin dalam
Terlihat dari bara yang memercik lebih keras
Aku bermain dengan alam pikir
Menyalahkan diri sendiri atas kesalahan menulis takdir
Kumohon, pergilah derita...
Kuhembuskan asap rokok jauh ke atas
Berharap derita ikut terbuang
Hisapan semakin banyak
Aku mulai tersenyum,
Teringat Ibu pertiwi
Bukankah Aku juga anak pertiwi?Â
Sama seperti mereka yang berjalan dengan kemeja mewah
Namun, rokok hampir habis
Dan angan berganti dengan si kakek sialan
Yang terus saja berteriak padaku
"IBU PERTIWI HANYALAH DONGENG!"