Pesatnya kemajuan Teknologi Informasi hari ini tidak bisa dipungkiri membawa dampak yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Khususnya di era modern, teknologi informasi yang berwujud media sosial hadir di tengah- tengah kita dan memiliki peran yang sangat krusial bagi kehidupan. Media sosial menjadi ruang seseorang untuk berekspresi, berkomunikasi, bercerita, dan bahkan tempat ajang mencari popularitas. Selain itu media sosial juga tidak memiliki batasan ruang dan jarak. Tak heran, pengguna media sosial semakin meningkat setiap tahunnya.
Jika dilihat dari pengguna internat dari DataReportal-Global Digital Insights per April 2025, telah tercatat 5,31 miliar pengguna media sosial yang ada di seluruh dunia atau sama dengan 64,7 persen dari populasi global. Di Indonesia sendiri, pengguna internet menyentuh angka 212 juta pengguna dengan tingkat penetrasi sampai 74,6% dari jumlah populasi nasional. Dan media sosial di Indonesia pengguna aktifnya menyentuh angka 143 juta atau sama dengan 50,2 persen dari jumlah populasi nasional pada bulan Januari 2025.
Dari paparan data di atas menandakan bahwa masifnya penggunaan media sosial di Indonesia, bahkan menyentuh pada angka 50,2 persen dari populasi yang ada. Artinya separuh dari populasi di Indonesia telah menggunakan media sosial sebagai sarana untuk berekspresi, berkomunikasi atau hanya sekedar mencari informasi yang sedang berkembang. Disini terlihat bahwa media sosial hadir mewarnai ditengah tengah kehidupan kita. Oleh sebab itu, kita perlu melihat sejauh apa dampak pengaruhnya terhadap pembentukan karakter seseorang.
Media sosial pada dasarnya bisa membawa dampak positif bagi penggunanya jika didasarkan pada penggunaan yang bijak. Pasalnya media sosial mampu membuka ruang yang lebih luas untuk berinteraksi, berkomunikasi, meluapkan ekspresi dan bahkan bisa mengenal budaya dari berbagai negara hanya dengan melalui platform media yang tersedia.
Dengan perantara media sosial, kita juga mampu menuangkan kreativitas, keterampilan, melakukan pembelajaran, menjangkau akses informasi terkini, bahkan bisa meningkatkan kesadaran sosial. Namun, bagaimana jika justru media sosial membawa malapetaka bagi penggunanya. Apakah kita sebagai Masyarakat sudah sepenuhnya sadar akan fungsi dan peran media sosial?. Bagaimana jika media sosial malah berdampak membahayakan bagi penggunanya? Pertanyaan ini lah yang perlu kita pelajari, pahami, dan renungkan.
Menurut DataReportal-Global Digital Insights, menunjukkan adanya 126 juta pengguna dengan usia 18 tahun ke atas yang menggunakan media sosial di Indonesia pada awal tahun 2025, atau sama dengan 62,7 persen dari jumlah populasi anak berusia 18 tahun ke atas. Dengan rincian 46,0 persen perempuan dan 54,0 persen laki-laki. Ini menandakan bahwa antusias dari partisipasi pengguna media sosial pada kalangan remaja sangat tinggi.
Dari data di atas, kita kan mengulik seberapa pentingnya peranan media sosial dalam pertumbuhan dan perkembangan pada usia remaja. Mengapa masa remaja?. Bagi penulis, masa remaja adalah masa dimana seseorang sedang mencari jadi dirinya. Mengacu pada World Health Organization (WHO), bahwa Remaja adalah fase kehidupan masa anak- anak dan dewasa dengan usia 10 hingga 19 tahun. Pada pendapat lain, ada yang mengatakan hingga usia 21 tahun. Fase ini adalah masa peralihan anak- anak menuju masa dewasa. Masa seseorang mulai mengeksplorasi psikologis untuk menentukan identitas dirinya.
Pada tahap ini, remaja masuk pada tahapan Late adolescence atau Remaja Akhir. Fase yang ditandai dengan adanya kecendrungan minat yang lebih kuat, timbulnya ego untuk bersama orang lain dalam mencari pengalaman baru, serta adanya identitas seksual yang mulai terbentuk dan terjadi banyak perubahan besar pada diri remaja. Di masa ini, remaja juga mempunyai hasrat untuk meniru apa yang dilihat, baik dari keadaan maupun lingkungan disekitarnya.
Masuk pada proses perkembangannya, manusia tidak terlepas dengan adanya interaksi sosial. Terjadinya interaksi sosial karena adanya hubungan sosial dan komunikasi antar individu, baik individu dengan kelompok ataupun kelompok dengan kelompok lainnya. Hal ini bisa terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi sosial sangat lah krusial peranannya terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak, karena interaksi sosial mengajarkan seseorang untuk saling memahami, tolong menolong dan juga bagaimana cara hidup bermasyarakat. Disisi lain, interaksi sosial juga memiliki peranan dalam perkembangan seseorang soal emosional, sosial, sikap dan juga nilai-nilai moral.
Jika kembali ditinjau dari data yang ada, penggunaan media sosial di Indonesia sudah menjadi ruang interaksi yang masif digunakan. Pasalnya selain pengguna media sosial yang menyentuh angka separuh dari populasi yang ada, Indonesia juga masuk pada deretan ke delapan dari negara yang paling lama mengakses media sosial. Data dari We Are Sosial pada Januari 2025, menyebutkan Indonesia menghabiskan 188 menit per hari di media sosial, atau sekitar 3 jam 8 menit. Secara global, rata- rata penguna internet dunia menghabiskan 141 menit per harinya untuk mengakses media sosial. Dari data ini semakin memperkuat bahwa media sosial sudah mulai menjadi bagian dari kehidupan masyarakat kita di Indonesia untuk berinteraksi.
Tentunya ini bisa menjadi hal positif maupun negatif bagi penggunanya, terkhusus kalangan remaja. Terlebih lagi, ruang media sosial tidak memiliki batasan tertentu. Semua informasi dapat tersajikan di media sosial. Tak hanya informasi bersifat positif, informasi negatif juga ada. Mulai dari konten yang bersifat pornografi, kekerasan, kejahatan, flexing atau berita bencana yang dapat menimbulkan kekhawatiran dan kecemasan. Menurut psikolog Lathifah Utami, konten negatif yang dilihat di media sosial juga dapat berdampak pada psikologis seseorang.
Adapun yang terjadi beberapa tahun kebelakang seperti fenomena FOMO (Fear Of Missing Out) yang menimpa masyarakat kita. Ketika ada trend yang muncul di media sosial, semua orang berlomba- lomba untuk mencapai hal tersebut. Tidak peduli bagaimana pun caranya, yang terpenting di dalam pikirannya ia bisa seperti yang lainnya. Meskipun cara yang dilakukan sampai terseret oleh pinjaman online sekali pun, seperti berita yang dilansir (liputan6.com, 12/06/2024), dengan Judul "Gara- gara YOLO dan FOMO, Gen Z dan Milenial Rentan Terjerat Pinjol".
Peristiwa di atas bisa terjadi karena adanya pengaruh sosial yang di munculkan melalui media sosial. Ini ditandai dengan adanya bentuk pengakuan dari orang lain, bahwa dirinya sebagai generasi milenial atau generasi Z harus bisa mengikuti perkembangan fashion atau berpenampilan modis. Sehingga dampak yang terjadi adalah setiap kali keluar fashion model terbaru, generasi milenial atau generasi z akan berupaya untuk membelinya, kemudian memperlihatkan kepada teman- temannya melalui media sosial untuk mempertahankan pengakuan ini. Hal ini juga diperkuat oleh pandangan Herbert C. Kelman (1958) yang menyatakan bahwa perubahan sikap yang terjadi akibat pengaruh sosial akan berada pada level yang berbeda tergantung pada bagaimana proses penerimaan individu terhadap pesan tersebut.
Tak hanya itu, media sosial juga bisa menjadi ruang yang tidak aman bagi para perempuan yang tidak hati- hati dan tidak waspada. Banyaknya predator seksual yang bersembunyi dibalik media sosial. Mereka memperdaya dengan menggunakan media sosial sebagai alat komunikasi untuk menipu calon korban. Memberikan iming- iming dan sebagainya, seperti halnya yang terjadi di Solo, yang mana korban mengenal pelaku dari media sosial seperti tik tok, hingga akhirnya berujung pada whattsapp. (Kompas, 12/03/2025). Yang sangat disayangkan ternyata korban masih berusia 16 tahun, dan pelaku berusia 20 tahun.
Ini sangat miris. Fenomena di atas, bisa terjadi oleh siapa pun. Bahkan jika tidak diantisipasi sejak dini, bisa terus bertambah kasusnya. Salah satunya dengan mengedukasi dan membatasi diri dari konten- konten yang berbau pornografi. Tidak bisa dipungkiri, bahwa konten- konten pornografi yang ada di media sosial bisa membahayakan, bahkan bisa memicu terjadinya kejahatan seksual pada anak. Ini bukan soal anak- anak yang berkesinambungan melihat konten pornografi saja, melainkan anak yang terkena paparan virus pornografi (yang melihat secara tidak sengaja di media sosial) juga bisa terpicu oleh kejahatan seksual, seperti: pelecehan seksual, pemerkosaan, eksploitasi seksual dan kekerasan pada anak di bawah umur, baik anak sebagai korban atau pun anak sebagai pelaku.
Dan perlu dipahami, bahwa konten- konten pornografi dapat memicu bekerjanya hormon dopamine yang menjadikannya candu, sehingga anak akan terpacu untuk mengikuti apa yang sudah ia lihat demi kepuasannya. Dari sini lah seorang anak bisa menjadi pelaku kejahatan seksual atau pun menjadi korban kejahatan seksual. Beberapa kasus ini, mengajarkan kita tentang bagaimana media sosial dapat mempengaruhi perilaku sosial seseorang.
Pada prosesnya, pembentukan karakter tidak secara tiba- tiba hadir bersamaan dengan lahirnya seseorang, melainkan terbentuk oleh beberapa factor, antara lain lingkungan, keluarga, sekolah dan masyarakat sekitar. Menurut Lickona, pembentukan karakter seseorang akan terbentuk karena suatu kebiasaan- kebiasaan yang bertahan dari kecil hingga remaja. Bahkan ada pernyataan yang menarik dari Prof. Dr. Fendy Suhariadi, Drs., M.T, bahwa Pembentukan karakter pada remaja dipengaruhi tidak signifikan oleh pengasuhan orang tua. Pembentukan karakter remaja di pengaruhi oleh sumber- sumber sosial. Lingkungan, pergaulan, lingkungan sekolah dan masyarakat membentuk karakter remaja.
Dengan demikian, menggunakan media sosial sebagai sarana berkomunikasi, berekspresi, dan mendapatkan informasi positif adalah langkah yang bijak. Membatasi diri dari konten- konten yang tidak berkualitas, seperti: pornografi, ujaran kebencian, intoleransi atau bahkan perbandingan sosial adalah bentuk langkah menjadi pribadi yang baik. Karena pembentukan karakter seseorang akan terbentuk karena suatu kebiasaan- kebiasaan yang bertahan dari kecil hingga remaja. Dan terbentuknya karakter yang baik dimulai dari membiasakan dirinya mengelola informasi yang baik untuk dijadikan asupan dan nutrisi pikirannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI