'Dion, istirahatlah disini, perbaiki kekusutan batin dan fikiranmu disini. Sebulan lagi Ayah jemput  !, " Tegas Ayah tanpa kompromi sebelum meninggalkan aku kembali ke kota.
Sebulan ?
Baru seminggu saja, aku sudah mulai merasa bosan, terkungkung dan terkurung di sebuah kampung terbelakang. Batinku merutuki aksi 'gila' Ayah padaku. Lalu apa arti semua ini?
***
Bila sepekan pertama aku hanya makan, Â tidur, dan sedikit bersenang-senang saat mandi di kesegaran bening air sungai.
Memasuki pekan kedua, 'pembuanganku' disini, aku mulai sering berjalan - jalan. Naik turun jalan setapak di sekitar kampung. Kadang menemukan. Mangga, rambutan masak. Sederhana saja tapi. Mengasyikkan.
Aku juga. Mulai bergaul dengan pemuda setempat, belajar memanen madu hutan. Juga belajar membuat asesoris gelang, Â kalung, Â tas dari akar pohon. Membosankan awalnya. Tapi kegiatan iseng, mengisi waktu ini, lama -lama mengasyikan juga.
Makan buah dingin, Â dari pendingin toko freshmart. Berbeda sensasinya dengan makan buah segar langsung petik dari pohon, bahkan beberapa kali aku makan buah jatuhan, jambu, kecapi, mangga, sisa dimakan kelelawar. Meski koyak kulitnya, tak keruwan tapi manis luar biasa. Meski awalnya agak jijik, lama - lama makan buah sisa makan binatang pemangsa, asyik juga. Buah pilihan mereka selalu matang dan manis sempurna.
***
Begitulah, pelan - pelan dengan berat hati, akhirnya aku bisa menerima juga, hidup tanpa listrik, gajet dan hanya jalan kaki kemana-mana. Sangat sehat, pelan - pelan badanku yang gembrot di perut mulai menyusut bagus. Tubuh mulai langsing, bugar dan stamina kembali prima. Mungkin lantaran setiap hari bergerak melakukan aktifitas fisik.
"Gimana Nak Dion, betah disini, di kampung yang tak ada hasil budaya maju, semua yang dari masa lalu masih dipelihara baik disini  ?, " Tanya Pu'un, sesepuh yang paling dituakan di Kampung Baduy saat makan hidangan makan malam, dengan nasi merah dan lauk ikan asin, lalapan tentu plus sambal terasi yang menggoyang lidah.
"Ayo Nak, nasi meriahnya ditambah lagi, biar kuat badan dan  baik batinnya lagi. Ini nasi yang kita makan ini hasil panen 10 tahun lalu dan ditaruh di leuit,  lumbung padi kami, " Papar Pu'un lembut, sambil menguraikan, meski tempat penyimpanan hasil panen padi dan hasil huma lain, hanya terbuat dari bilik bambu, atap daun sirap dan kayu panggung belaka. Tapi terbebas dari hama tikus dan  ancaman bahaya kebakaran. Lantaran Leuit dibangun jauh dari pemukiman warga Baduy.
Di depan pemimpin adat berbaju putih putih, pemuda ini mati kutu. Meski tampilannya sederhana, tokoh pemimpin sederhana ini memiliki wawasan kharisma yang tak terkatakan. Â Bagaimana mungkin suku terasing yang menolak semua tehnologi baru, ternyata memelihara kekayaan kearifan lokal tidak ternilai, cara - cara lama dari tradisi leluhur yang sebetulnya istimewa.