Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pekan Raya Masa Depan

6 Oktober 2025   20:20 Diperbarui: 6 Oktober 2025   20:17 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku khawatir dia punya, Tuan. Kami harus... dia harus ikut dengan kami. Kami akan mengembalikan kondisinya nanti."

Aku mendengar suara yang stabil di kejauhan, menyenangkan dan membangkitkan semangat. "Apakah itu musik?" tanyaku.

Melodi itu meredakan sebagian ketegangan di tubuhku dan aku merasa terhubung dengannya. Atau itu terhubung denganku.

Pria jahat itu mendengus. Sebuah teks muncul dengan elipsis. Ketidaksabaran? Kejengkelan?

Akhirnya, dia menjawab, "Itu hanya lagu tema pameran generik dari domain publik."

Aku berkonsentrasi pada musik yang jauh sebaik mungkin. Tubuhku ingin bergerak bersamanya. Aku ingin menari.

"Kita pergi." Ibuku meraih lenganku dan kami berjalan di belakang ayahku. Musik itu memberi jalan bagi suara yang lebih mendesak. Aku mencoba untuk fokus, untuk mempertahankannya, tetapi aku tidak tahu bagaimana.

Jumlah orang di ruangan itu telah berkurang. Para penjaga memblokir dua pintu keluar.

Senjata masa depan seperti apa yang mungkin mereka bawa? Laser yang dapat meratakan seluruh gunung? Mesin untuk meratakan bukit, seperti yang telah mereka lakukan di bekas lereng bukit ini?

Pria itu mengulurkan tangannya, seolah-olah dia akan membawaku ... ke suatu tempat.

"Tolong di mengerti, Bu. Jika dia pergi, sebuah paradoks bisa terjadi. Putramu bisa membunuh kita semua."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun