Orang-orang dari masa depan telah melakukan perjalanan kembali ke masa kini.
Mereka yang mengantre bersorak dan kacamataku dipenuhi gelembung teks yang penuh dengan tanda seru dan ikon tepuk tangan.
Kami melangkah maju, dan akhirnya, aku dan kedua orang tua melangkah melalui kubah biasa, dan Pameran masa Depan terbentang di hadapan kami. Puluhan tenda besar secara strategis menghiasi lanskap yang dipenuhi dengan lapak yang menjajakan permainan keterampilan masa depan.
Aku melihat ke bawah. Tanahnya berupa tanah kering, berwarna cokelat dan retak, diratakan oleh kaki para pekerja.
"Irfan?" Namaku mengambang di kacamataku dalam bentuk gelembung dengan anak panah yang menunjuk ke arah ibuku. Aku mendongak. "Nanti kumpul di sini sejam lagi, oke?"
Aku mengangguk penuh semangat.
Ibu menyerahkan brosur yang berisi peta pekan raya dan aku membaca kata-kata yang tertera dalam huruf kapital di sampul depan.
TAK ADA TEKNOLOGI YANG BOLEH KELUAR DARI TEMPAT PAMERAN!
"Aku akan pergi ke lokasi pameran video game masa depan," aku bergumam dalam hati, dan pengeras suara mini kacamataku mengucapkan kebohonganku kepada orang tuaku. Mereka selalu percaya padaku karena suara elektronikku diprogram untuk tidak memiliki emosi seperti suara robot, dan pandanganku kabur di balik layar yang berkabut karakter dan ikon.
Di peta, aku menelusuri rute ke Paviliun Medis dengan jariku.
Sayangnya, itu akan membawaku melewati Arena Permainan Masa Depan dan Film Masa Depan.