Bagaimana dia tahu?
Dia menarik tanganku dari telingaku dan memeriksanya. "Kamu terluka?"
Suaranya manis, lebih lembut daripada suara dokter, dan tidak seheboh lingkungan sekitarku, yang untungnya sekarang sudah mulai tenang.
"Tidak." Aku mencoba berbicara, tetapi kata itu terdengar seperti suara batuk.
Ibu berdiri tegak dan menatapku. Ia berbalik, mengamati layar yang rusak, lalu berbalik lagi. "Apa yang terjadi dalam kasus ini?"
Nada bicaranya marah. Atau mungkin aku hanya membaca postur tubuhnya yang kaku dan otot-ototnya yang melingkar seperti biasa.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku bisa mendengar, dan ia marah.
Ibu menggoyangkan tangannya seperti sedang mengeringkannya setelah mencuci, tetapi aku mengenali caranya untuk mencoba bersantai.
"Ibu punya firasat kamu akan datang ke sini."
Ia memelukku dan aku merasa aman. Terlindungi. Kebisingan di ruangan itu kembali terdengar.
Beberapa pria berwajah menyeramkan muncul. "Apakah ini dia?" tanya salah seorang. Ia tampak kejam dan tegas. Setelan bisnis abu-abu pucatnya tampak menempel di tubuhnya, seolah-olah itu adalah kulitnya, bukan pakaiannya.