Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Saya yang Lain

16 September 2025   08:56 Diperbarui: 16 September 2025   08:56 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya minta maaf," ulangnya, mati rasa dan tak berdaya.

Saya bisa merasakan rasa malunya muncul seperti radiasi cahaya, dan saya menahannya, putus asa seiring bersama detik demi detik berlalu.

"Listrik darurat," saya memohon. "Manfaatkan listrik darurat. Itu bisa membuatk saya---"

"Tiga puluh detik lagi," katanya. "Lebih sedikit."

Saya ingin mengamuk. Saya ingin berteriak. Tidak ada tempat untuk menggantikan ketakutan. Tampaknya tidak nyata.

Semenit yang lalu saya menguasai alam semesta. Semenit yang lalu saya menciptakan salinan pertama dari kesadaran manusia sepanjang sejarah manusia.

Kini hal itu tidak ada artinya lagi, karena saya tidak akan pernah lagi minum kopi atau menggeliat-geliat di pasir pantai yang hangat, atau menyelesaikan persamaan matematika tingkat lanjut, atau menelepon ibu saya untuk meminta resep masakan, atau mencium aroma cucian yang segar, atau mencium seseorang, atau melakukan yang lain.

Saya bahkan tidak bisa mengucapkan selamat tinggal. Tidak dapat menyampaikan pesan yang masuk akal. Cinta dari kumpulan kode sementara. Cinta dari sahabat atau anak perempuan atau sepupuatau mantan yang sedang sekarat, sehingga seseorang yang hampir bersamanya pada akhirnya bisa hidup selamanya sebagai kapal hantu di Bermuda.

"Mungkin ini semua kesalahan saya," katanya.

Tapi menurut saya itu sudah tidak penting lagi sekarang.

Saya mencoba menyaring kenangan terbaik saya, mencoba menemukan perasaan yang baik, makna tersirat, jangkar jiwa. Mereka semua menjauh. Mengaburkan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun