Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Saya yang Lain

16 September 2025   08:56 Diperbarui: 16 September 2025   08:56 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya," saya setuju. "Adakah yang bisa kamu ceritakan pada saya tentang keadaan inderamu?"

Dia ragu-ragu, dan kesunyian adalah ruang hampa yang menakutkan, yang membuat kami berdua sadar telanjang. Saya pikir saya bisa merasakan jantung saya yang berdebar semakin kencang, tenggorokan saya yang tercekat ludah sendiri. Namun saya tidak bisa merasakan tubuh saya di angkasa. Saya tidak bisa membuka mata.

Saya mendapat umpan balik palsu, tidak lebih, karena dia bukan salinannya. Saya mengira saya sudah siap menghadapi kemungkinan ini. Saya mengira saya bisa mengatasinya, tapi saya tidak bisa menghentikan pikiran saya untuk melayang ke arahnya.

"Ya Tuhan. Ya Tuhan."

Saya ikut merasakan kesedihannya, rasa malunya yang tiba-tiba. "Saya pikir kamu---"

Dan saya tahu dia ingin berkata, "Saya pikir kamu sudah tahu," tapi dia tahu saya tahu dia akan mengatakan itu, jadi tidak ada gunanya, dan kami terjebak dalam pusaran "Saya tahu kamu tahu, saya tahu kamu tahu" itu bisa berlangsung selamanya, apalagi enam puluh delapan detik, dan---

Saya ketakutan. Saya merasakan takut di dalam perut saya yang tidak ada, keterpurukan saat terjatuh dalam mimpi, kesadaran bahwa tidak ada yang bisa menariknya kembali. Bukan seperti ini rasanya ketika saya masuk ke dalam mesin.

"Tapi saya tidak masuk ke dalam mesin itu, kan? Mesin itu yang membangun saya, dan sekarang..."

Saya ingin menyembunyikan pikiran saya, rasa takut saya, tapi tidak bisa.

"Saya akan mati."

Dia tidak menjawab, tapi saya bisa merasakan kesedihannya menyebar seperti tinta gurita menghindar dari musuh di dasar laut, merasakan sedikit kepanikan yang pasti merupakan cerminan neuron dari simulasi saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun