Simfoni Jam
Benin adalah putra seorang pembuat jam, namun meskipun ia dengan patuh mengikuti ajaran ayahnya, ia malah bercita-cita menjadi seorang musisi.
Pada siang hari dia bekerja keras di bengkel, melumasi roda gigi, mengganti pegas, dan mengkalibrasi mekanisme kecil jam saku kuningan yang dijual ayahnya dengan harga mahal. Keahliannya dalam membuat jam tangan tidak ada tandingannya, tapi dia tidak menemukan kesenangan di dalamnya. Saat malam hari, dia belajar memainkan alat musik. Satu bulan dia berlatih terompet, bulan berikutnya dia berlatih biola, lalu klarinet, kemudian piano. Pada malam hari, dia melatih tangga nada dan mempelajari karya-karya komposer-komposer hebat.
Ayah Benin mengamati hobi anaknya dan dengan sedih mendengarkan bebagai rehearsal dadakan setelah hari kerja selesai. Maka tidaklah mengherankan ketika Benin mengumumkan niatnya untuk mengikuti audisi Orkestra Duke of Bobenberg, yang terdiri dari para musisi terbaik di Osteria.
"Hanya saja, jangan terlalu kecewa jika mereka tidak merespons seperti yang kamu harapkan, Nak", kata ayahnya. "Siapa yang tahu bagaimana suara musik yang kita mainkan terdengar di telinga orang lain?"
Benin sudah terbiasa menerima kritik yang sulit dipahami dari ayahnya, jadi dia tidak terlalu mempermasalahkannya.
Audisi berlangsung di gedung konser termegah di kota, sebuah ruang pertunjukan luas dengan tribun deretan kursi bertingkat hingga ke atap yang dicat kedap suara, diterangi lampu listrik modern ramah visual.
Dirigen, impresario, dan pemain biola utama duduk dengan kaku di barisan depan, menunggu sementara Benin berjalan ke atas panggung.
"Silakan," kata dirigen sambil mengetuk-ngetuk  lantai dengan sol sepatunya.
Benin mendekatkan klarinet ke bibirnya dan mulai memainkan lagu sulit yang telah lama dia latih dengan disiplin tinggi. Delapan bar memasuki musik, pemain biola utama membungkuk dan berbisik kepada kondektur, yang melambai pada Benin.