Namun dalam beberapa detik musik itu tenggelam oleh suara bising yang datang dari penonton. Orang-orang berteriak dan menutup telinga mereka dan berebut berhamburan keluar.
"Benar-benar hiruk pikuk yang menyakitkan telinga!"
"Maksudnya apa ini? Prank yang tidak lucu!"
Ada yang mengoceh dengan marah, ada pula yang mendengus sambil tertawa kesal.
Sekali lagi, Benin tidak tahu apa yang salah.Â
Apa yang mereka dengar, yang tidak bisa dia dengar? Dia telah mempelajari musik sepanjang hidupnya, namun apa yang baginya terdengar indah adalah suara bising yang sumbang di telinga orang lain.
Saat penonton terakhir menghilang, Benin terduduk lesu dan menyandarkan dagunya di dada, kalah.
***
Pembuat jam menemukan putranya terpuruk di kursi di tengah aula kosong, diam tak bergerak seperti patung. Dia duduk di samping benin, lalu menekan tombol kuningan di tengkuknya dan mulai mengeluarkan perkakas kerjanya.
Bukan untuk pertama kalinya, dia bertanya-tanya apakah pilihan bijaksana ketika menciptakan bocah pembuat jam yang memimpikan tangga nada dan simfoni? Akankah mesin musik yang dibuat anak laki-laki itu suatu hari nanti mempunyai impiannya sendiri, dan membuat instrumen sesuai dengan gambarannya sendiri? Dan seterusnya, dan seterusnya, hingga kemungkinan demi kemungkinan yang tak terhingga.
Cikarang, 11 Februari 2024Â