Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Simfoni Jam

19 Agustus 2025   12:12 Diperbarui: 19 Agustus 2025   10:55 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Simfoni Jam

Benin adalah putra seorang pembuat jam, namun meskipun ia dengan patuh mengikuti ajaran ayahnya, ia malah bercita-cita menjadi seorang musisi.

Pada siang hari dia bekerja keras di bengkel, melumasi roda gigi, mengganti pegas, dan mengkalibrasi mekanisme kecil jam saku kuningan yang dijual ayahnya dengan harga mahal. Keahliannya dalam membuat jam tangan tidak ada tandingannya, tapi dia tidak menemukan kesenangan di dalamnya. Saat malam hari, dia belajar memainkan alat musik. Satu bulan dia berlatih terompet, bulan berikutnya dia berlatih biola, lalu klarinet, kemudian piano. Pada malam hari, dia melatih tangga nada dan mempelajari karya-karya komposer-komposer hebat.

Ayah Benin mengamati hobi anaknya dan dengan sedih mendengarkan bebagai rehearsal dadakan setelah hari kerja selesai. Maka tidaklah mengherankan ketika Benin mengumumkan niatnya untuk mengikuti audisi Orkestra Duke of Bobenberg, yang terdiri dari para musisi terbaik di Osteria.

"Hanya saja, jangan terlalu kecewa jika mereka tidak merespons seperti yang kamu harapkan, Nak", kata ayahnya. "Siapa yang tahu bagaimana suara musik yang kita mainkan terdengar di telinga orang lain?"

Benin sudah terbiasa menerima kritik yang sulit dipahami dari ayahnya, jadi dia tidak terlalu mempermasalahkannya.

Audisi berlangsung di gedung konser termegah di kota, sebuah ruang pertunjukan luas dengan tribun deretan kursi bertingkat hingga ke atap yang dicat kedap suara, diterangi lampu listrik modern ramah visual.

Dirigen, impresario, dan pemain biola utama duduk dengan kaku di barisan depan, menunggu sementara Benin berjalan ke atas panggung.

"Silakan," kata dirigen sambil mengetuk-ngetuk  lantai dengan sol sepatunya.

Benin mendekatkan klarinet ke bibirnya dan mulai memainkan lagu sulit yang telah lama dia latih dengan disiplin tinggi. Delapan bar memasuki musik, pemain biola utama membungkuk dan berbisik kepada kondektur, yang melambai pada Benin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun