"Dia pasti enam," kata Deden.Â
"Bagaimana kamu tahu?" tanyaku.Â
Waktu berbeda dalam mimpi. Aku tahu itu, karena aku sudah cukup banyak mengalami mimpi buruk yang menyebalkan untuk berharap sebaliknya.Â
Agus menggigil. "Aku tidak akan memainkan ini lagi."
"Kenapa tidak?" tanyaku.
Agus menatapku dengan tajam sehingga aku bersandar, takut dia akan kehilangan akal sehatnya dan meninjuku.Â
"Lima. Detik. Paling. Lama. Dalam. Hidupku. Sialan."
Aku mengangkat tanganku untuk membela diri. "Oke, Bro. Sorry."
Deden menepuk bahuku. "Jangan ganggu dia, Gus. Dia masih baru."
Aku menepis tangan Deden. Kami semua terdiam lagi.
Dada Syauki bergerak naik turun dengan irama yang stabil, dan rambutnya tidak rontok atau hal-hal aneh semacam itu.