Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Batas-Tak-Bertuan (XXVI)

23 Februari 2023   16:15 Diperbarui: 23 Februari 2023   16:23 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alira tidak mendengarkan, melawannya dengan hasrat terjun ke kolam yang berkilauan dan mengundang. Bagaimana tidak?

Malin membayangkan makhluk insang itu menceburkan diri, membiarkan butir membanjiri setiap pori-porinya dan membelai dagingnya, membuatnya basah kuyup dan lembap. Rasanya sama indahnya dengan berenang telanjang di kolam embun yang terbentuk setiap malam di Panaimar, kesenangan yang sangat dia rindukan. Dia juga merindukan seorang gadis untuk berbagi. Dia melirik Lalika.

Musashito memukul belakang kepala Malin. "Bukannya membantu, malah ngiler tentang apa yang si manusia ikan ngiler. Cobalah lebih dari sekadar jadi penghalang. Minggir, Nak."

Malin mundur, mendesah, enggan melepaskan diri dari air yang memanggil. Jika dia saja merasa seperti itu, apa lagi Alira, pasti sudah gila.

Si Manusia Insang telah secara biologis tertarik pada air, untuk hidup di dalamnya, untuk menyebutnya sebagai rumah. Air pasti memanggilnya seperti Malin tertarik pada kekayaan kekayaan dan balas dendam. Tak tertahankan, luar biasa, tak terhindarkan.

Mushasito melilitkan rambut perak panjang Alira melalui jari-jarinya, mempererat cengkeramannya. "Kita tidak tahu ke mana muaranya. Aku belum pernah melihat air lain di Langkaseh. Dugaanku, tidak ke mana-mana. Masuk ke lubang itu maka tidak ada jalan keluar."

"Biarkan aku pergi. Biarkan aku di air. Silakan. Aku harus masuk ke dalam air." Tangan Alira yang bebas mencakar Musashito. Dia menarik dan menggeliat lalu menggunakan giginya. Bayang-bayang yang mengelilingi Alira berdekut sampai dia tenang. Kemudian mereka berbaring di kakinya, mengelilinginya dalam pelukan gelap, menempatkan diri mereka di antara dirinya dan mata air. Musashito mendorongnya masuk ke dalam bayangan. Hal-hal akan menjadi lebih baik dengan dia keluar dari gelap. Mungkin.

Teman bayangannya jauh lebih menyeramkan daripada Nafas Air. Alira mengatakan mereka tidak suka hidup sendirian. Malin khawatir mereka akan memilihnya atau salah satu cewek sebagai teman baru.

Tenggorokannya membengkak dan dia merasa sulit untuk menelan. Apa yang dilakukan Musashito dengan... makhluk-makhluk ini dan Muka Pucat? Berpihak pada musuh bebuyutannya untuk beberapa kilau kepeng? Atau apa? Apa yang didapat Musashito dari situasi ini?

Malin menggelengkan kepalanya. "Pengkhianat," katanya pelan.

Musashito mengacungkan dua jari ke arah Malin, sejenis makian dunia timur. "Isi ulang kendi minuman."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun