Janardana bergegas ke sisi Keti, menggulingkan badan gadis itu agar dia bisa melihat wajahnya. Jantung pria itu mencelos ke tenggorokannya ketika Keti mencicit kesakitan sambil mengertakkan saat tubuhnya dibalik paksa.
Palupi mencabut anak panahnya dari mayat dan meneliti ujungnya, lalu menoleh ke Janar.
"Tulang rusuknya pasti ada yang patah, satu atau dua. Cepat bawa dia kembali ke desa. Mungkin si resi dukun bisa melakukan sesuatu untuk mengobatinya."
Janar mengangguk dan menempatkan tangannya di bawah kepala dan lutut Keti, mengangkatnya dengan hati-hati dari tanah. "Tunggu, kamu akan baik-baik saja," hiburnya karena Keti merintih kesakitan.
Saat mereka bersiap untuk meninggalkan hutan, terdengar suara mengerang lain. Ternyata dari mulut si penyerang yang sedang berjuang menahan ususnya agar tak keluar dari perutnya.
Palupi melirik dan memiringkan kepalanya, "Yang ini masih hidup tapi dia akan segera mati. Binatang buas dan gagak akan berpesta sebentar lagi."
 Keti menarik napas kuat-kuat dan menggertakkan giginya, lalu menunjuk ke pria yang sekarat itu. "Tunggu, aku perlu menanyakan sesuatu padanya. Bawa aku mendekat ke dia," katanya sambil menahan nyeri.
Janar membawa Keti ke pria itu. Tatapannya bolak-balik berpindah antara begundal yang hampir mati dan Keti.
"Siapa yang mengirim kalian? Pemimpinmu berbicara tentang seorang. Katakan padaku!" tanya Keti.
Pria yang sekarat itu batuk-batuk dan memuntahkan darah. Dia sepertinya tidak menyadari kehadiran mereka, entah karena fokus menahan isi perutnya yang hampir keluar atau hampir karena semaput kehabisan darah.