Mohon tunggu...
Ogie Urvil
Ogie Urvil Mohon Tunggu... Wiraswasta - CreativePreneur, Lecturer

Orang biasa yang banyak keponya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bawang Orang

6 Maret 2024   09:30 Diperbarui: 6 Maret 2024   09:35 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernah kejadian dulu, setelah perkuliahan selesai, ada seorang mahasiswa mendekati saya yang lagi beres-beres di depan kelas. Saya memperhatikan gelagatnya, ini mahasiswa kayak lagi pusing mikirin sesuatu. Mondar-mandir di depan saya yang sedang memasukkan iPad dan alat tulis ke dalam tas.

Benar saja, tidak lama kemudian, dia mendadak curcol (curhat colongan) soal permasalahan dengan orang tuanya. Dia bilang, sudah beberapa hari ini dia nggak pulang ke rumah, karena ngambek alias lagi marahan dengan kedua orangtua-nya. Pernah juga sebelumnya, ada seorang mahasiswi melakukan hal yang sama. Tiba-tiba "curcol" ke saya setelah kelas bubar. Tentu saja dengan topik curhatan berbeda. Padahal mereka mahasiswa/i semester dua yang belum lama saya ajar alias baru kenal.

Saya merasa jadi "santapan" mahasiswa/i yang bertipe CDLC (Colek Dikit Langsung Curhat). Tapi saya senang-senang saja sih, toh sekalian belajar melihat hidup orang lain, belajar mendengarkan, dan mungkin saja problem-problem mereka nanti bisa terjadi juga pada anak-anak saya.

Koq mereka bisa 'enak aja' curhat ke saya ? Entahlah. Tapi ada satu teori yang sepertinya nyambung. Sebuah teori yang saya dapatkan saat kuliah S2 komunikasi.

Ada yang menyebutnya dengan nama Teori Kulit Bawang. Teori ini dikemukakan oleh Altman & Taylor (1973) untuk menjelaskan penetrasi sosial. Menurut mereka kepribadian manusia itu memiliki beberapa lapisan. Persis seperti kulit bawang merah, kalau dikupas satu kulit terluar, maka kita akan menemukan lapisan kulit kedua, ketiga, dan seterusnya.

Lapisan kulit terluar kepribadian manusia adalah apa-apa yang terbuka bagi publik, apa yang diperlihatkan pada orang lain secara umum, tanpa harus ditutup-tutupi. Semakin ke dalam, lapisannya semakin 'private' dan sulit dibuka untuk sembarang orang. Seperti konflik-konflik yang belum terselesaikan, emosi terpendam, sampai nilai-nilai dan konsep diri..

Kalau menggunakan teori ini, sebetulnya tidak ada istilah "langsung akrab". Karena dalam menjalin keakraban, perlu adanya proses dalam membuka lapisan demi lapisan kepribadian seseorang. Pendek kata, bila ada dua orang yang bisa demikian stabil menjalin hubungan, seperti akrab sohiban atau pacaran, mereka sebenarnya telah melewati tahap "saling menguliti" kulit bawangnya satu sama lain.

Dalam teori ini juga ada konsep keterbukaan diri (Self-Disclosure), yang sifatnya timbal balik. Sederhananya, seseorang yang bisa demikian membuka dirinya ke orang lain, berpotensi menarik orang lain untuk menjalin hubungan lebih dalam. Saya memang banyak cerita hal-hal tentang diri serta pengalaman hidup di depan kelas sebagai selingan materi kuliah yang diberikan. Mungkin karena saya-nya keseringan 'membuka diri' tanpa malu-malu, mereka jadi berpikir: "Bisa nih, di curhatin." 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun