“Ya, tapi dia sepertinya ragu apakah dia akan mampu bertahan sampai pagi.”
Danar berdecak. “Separah itu?” katanya. “Kasihan, pelaut yang malang.Dia seharusnya dibawa di rumah sakit, tetapi karena cuaca tidak mungkin untuk mendaratkan helikopter dalam angin seperti ini,” katanya sambil menatapku.
Aku mengangguk. “Kirana baru saja memberitahu saya beberapa menit yang lalu,” kataku memberiku alasan untuk membalas tatapannya. “Kuda Hitam.”
Kirana tampak bingung. “Caballo Negro artinya Kuda Hitam, dari Bahasa Spanyol,” aku menjelaskan. Dia mengangguk tanda mengerti.
“Pasti tenggelam karena badai,” sahut Danar. "Apakah dia sudah siuman?"
Kirana menggelengkan kepala. “Belum sama sekali sejak dia datang. Aku akan menjaganya malam ini, kalau-kalau keadaannya menjadi semakin buruk.”
Aku minum bir sebotol lagi. Rasanya agak egois karena tidak terlalu memikirkan pelaut Kuba itu. Masalahku sendiri cukup banyak.
Aku bertanya-tanya apa yang terjadi pada David. Pukul sepuluh masih belum ada tanda-tanda darinya, jadi aku pergi ke kamarku.
Aku tiba-tiba sadar, rasanya sangat melelahkan setelah melakukan perjalanan panjang. Masalah David Raja, di mana pun dia berada, harus menunggu sampai pagi. Pukul setengah sepuluh, aku sudah tertidur lelap.
BERSAMBUNG