Gedung-gedung tetangga menjulang tinggi menghalangi sinyal ponsel dan siaran televisi. Jalan di bawahnya lebih seperti gang, dan perawatan menghabiskan banyak uang meskipun kamu jarang menghabiskan waktu di sini.
Uang sewa selangit merupakan salah satu alasan mengapa kamu harus menyedot orang-orang seperti Tuan Tiongkok Daratan.
Dengan kepala masih berdenyut-denyut, kamu bertanya-tanya untuk keseribu kalinya, bagaimana hidupmu seperti ini, meeting tanpa henti di kantor sepanjang hari, lalu berpesta setiap malam dengan orang-orang entah dari mana dengan biaya yang ditanggung perusahaan dari kota kecil mereka dan istri kota kecil mereka, di sini untuk bergabung di Megapolitan Jakarta bersamamu sebagai pemandu wisata pribadi mereka.
Kamu berbalik kembali ke apartemen untuk melihat apakah espressomu sudah jadi. Melihat notifikasi pesan suara masuk di ponsel. Oh, kamu lupa semalam membisukan nada dering mengubahnya menjadi mode getar.
Kamu menekan tombol 'Play'.
Iwan, ini Tanu. (Ada apa sih, bos?).
Aku tahu ini hari Sabtu, tetapi aku perlu tahu apa yang terjadi tadi malam (Sebaiknya aku minum kopiku dulu sebelum dingin).
Aku on the way ke ke kantor polisi untuk menyelamatkan Kho Liem (Kho Liem? Siapa Kho Liem? Oh, sh*t! Tiongkok Daratan!)
... sesuatu tentang pelacur dan bar karaoke, dan dia bilang polisi kalau kamu yang mengatur semuanya. Telpon aku secepatnya.
Kamu berdiri melongo menatap layar ponsel. Kepalamu sekarang benar-benar sakit.
Kamu memutar otak, memutar ulang kejadian semalam.