Mohon tunggu...
Aufa Hardy
Aufa Hardy Mohon Tunggu... Freelancer - Suka Menulis

Mahasiswi psikologi yang suka menulis dan membaca.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kesehatan Mental Itu Harus Diusahakan!

13 September 2021   11:30 Diperbarui: 13 September 2021   11:31 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenyamanan di dalam rumah yang membuat kita takut untuk keluar (Photo by Amith Nair on Unsplash)

Pagi ini, ada artikel menarik yang saya baca di web psychologytoday (tempat kumpulan artikel kesehatan mental yang paling banyak diminati di internet). Biasanya soal anxiety atau problem kesehatan mental lainnya yang saya cari untuk menemukan solusi mudah dari para ahli yang menulisnya, namun kali ini artikel yang berbeda muncul:

Wellness is an effort (kesehatan adalah sebuah usaha). 

Apa sebenarnya definisi wellness itu sendiri? Mari kita mengutip definisi wellness dari University of East Carolina: “(Wellness is) the integration of mind, body and spirit. Optimal wellness allows us to achieve our goals and find meaning and purpose in our lives."

Dan ternyata untuk mendapatkan wellness itu perlu usaha, bukan sesuatu yang datang secara alami. Orang terlahir dengan kecenderungan untuk khawatir karena di masa lalu, hal itu menyelamatkan nyawa—tetapi sekarang, kekhawatiran yang berlebihan mengancam kesehatan fisik dan mental kita, tulis Robert Goldman J.D., Psy.D.

Coba kita ingat, sejak dulu rasa kekhawatiran itu sudah ada di dalam diri manusia sebagai program bawaan untuk waspada dan berhati-hati. Misalnya, ketika ada bahaya mengancam, maka manusia akan bergerak dengan rasa khawatir itu untuk menyelamatkan dirinya. Sebuah respon yang sederhana. 

Namun, kini rasa khawatir berubah menjadi sesuatu yang justru menghancurkan manusia itu sendiri. Seringnya, justru di saat tidak ada ancaman atau bahaya apapun, kita merasa gelisah dan khawatir karena sesuatu yang berada di luar jangkauan kita. 

Kesenangan orang lain, kebahagiaan hidup orang lain dan apapun yang orang lain pamerkan di layar di depan kita, itu semua membuat kita khawatir. 

Ada rasa FOMO (fear of missing out) atau takut tertinggal. Bagaimana jika aku tidak mengikuti apa yang dia ikuti? Bagaimana jika aku tidak mendapatkan apa yang dia dapatkan? 

Bagaimana jika aku tidak bisa mencapai apa dia capai? Jika awalnya adalah rasa iri yang muncul, namun berubah menjadi ketakutan yang tidak berarti. Karena itu justru menghancurkan diri sendiri. Kita lupa akan semua yang sudah kita miliki dan lupa bahwa ini semua cukup untuk disyukuri.

"Media sosial telah menggantikan "predator" masa lalu manusia dan menemukan pelarian menjadi lebih sulit." Jelas Goldman.

Bahkan kini muncul rasa FOGO (fear of going out) atau takut keluar rumah setelah kenyamanan yang lama di dalam rumah dan FONO (fear of normal) atau tiba-tiba takut menjalani hidup normal lagi setelah dunia berubah sejak setahun lalu (sekarang sudah hampir dua tahun). Lihat, betapa banyak hal-hal dalam keseharian yang membuat kita takut dan khawatir berlebihan.

Selanjunya, Goldman menuliskan bahwa pergeseran paradigma diperlukan untuk mengidentifikasi kekhawatiran dengan benar sebagai hal yang normal dan alami. 

Meskipun terkadang (ketika terdesak bahaya) kita bisa berlari lebih cepat dari singa, tetapi sepertinya kita kesulitan mematikan media sosial. Keberadaan kita tidak lagi terancam; sebaliknya, konsep diri kitalah yang kita rasakan sedang diserang. 

Berapa banyak like atau follower yang kita dapatkan sekarang seolah terkait dengan kelangsungan hidup kita. Jika kita merasa sedang diserang, maka semua sisa kekuatan dalam diri kita mendadak akan terbangun. Meski sensasi tubuh yang dialami sama seperti dikejar-kejar binatang buas di sabana, namun rasa itu tidak ada gunanya. Justru sebaliknya, itulah yang perlahan membunuh kita.

Di akhir, dia menyerukan perubahan paradigma dalam budaya kita di mana kita mengakui bahwa kita semua cenderung pada kecemasan dan depresi. Ini bukan "normal baru" tetapi normal asli yang tidak pernah diterima. Kita mengucilkan dan menstigmatisasi mereka yang mengakui rahasia terburuknya. 

Setelah kita menerima bahwa kita semua sedang berjuang, maka kita dapat memahami bahwa strategi ketahanan dan kesehatan tidak datang secara alami. Melainkan harus meningkatkan budaya tangguh dengan mengajarkan strategi kesehatan kepada semua orang di sekolah, pekerjaan, dan di rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun