Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Saat Inovasi Cuma Repacking yang Mahal

19 September 2025   11:15 Diperbarui: 19 September 2025   11:15 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dari ATM ke IBM: Peta Perampokan Ide di Dunia Teknologi -- Saat Inovasi Cuma Repackaging yang Mahal

"Stay foolish, stay hungry," kata Steve Jobs. Ternyata, yang lapar jadi konsumen, yang bodoh jadi penggemar setia. Dari Xerox yang ide-idenya dicuri, Microsoft yang mencontek antarmuka, hingga Meta yang menjual ilusi dunia baru -- inilah perjalanan panjang inovasi yang sebenarnya cuma ATM: Amati, Tiru, Modifikasi. Siap tertawa pahit sambil sadar kalau kita sudah lama dibegoin?

Pendahuluan

"Stay foolish, stay hungry," kata Steve Jobs. Slogan ini terdengar seperti mantra sakti bagi generasi teknologi. Tapi kalau dibaca dengan logika ekosistem alam, maknanya jadi kocak sekaligus tragis: ikan yang lapar lebih mudah tertipu umpan, sementara mangsa yang bodoh adalah santapan favorit predator.

Jadi siapa yang benar-benar lapar dan bodoh? Konsumen. Dan siapa yang predatornya? Perusahaan teknologi yang pintar menjual ilusi.

Sejak era IBM dan Xerox hingga Apple dan Microsoft, inovasi di dunia teknologi ternyata bukan soal mencipta dari nol. Lebih sering tentang siapa yang paling cepat mengamati, meniru, memoles, lalu menjualnya kembali dengan harga premium. Dari ATM (Amati, Tiru, Modifikasi) hingga IBM (Inovasi Berbasis Modifikasi), inilah peta perampokan ide yang dibungkus seolah-olah terobosan brilian.

I. Sejarah Perampokan Inovasi

Mari kita mulai dari awal drama ini, saat dunia teknologi masih pakai celana pendek.

IBM & Xerox: Pencurian yang Jadi Legenda

Tahun 1979, Steve Jobs mengunjungi lab Xerox PARC. Di sana ia melihat sesuatu yang bakal mengubah dunia: GUI (Graphical User Interface), mouse, dan desktop metaphor. Tapi bukannya tepuk tangan dan bilang "hebat nih, Xerox!", Jobs pulang dengan wajah berseri---karena dapat ide gratis untuk dijual lebih mahal lewat Apple Lisa dan Macintosh.

Xerox? Mereka cuma dapat saham kecil di Apple. Selebihnya, mereka jadi catatan kaki di sejarah yang jarang dibaca.

Apple vs Microsoft: Copy yang Copy Lagi

Microsoft melihat kesuksesan Macintosh lalu berpikir, "Hmm, ini bagus. Kita bikin versi kita sendiri." Maka lahirlah Windows, yang pada dasarnya adalah Macintosh versi beda baju.

Bill Gates pernah berkata, "Steve, itu bukan soal siapa yang mencuri dari siapa. Ini tentang kita semua yang mencuri dari Xerox." Sebuah pengakuan kolektif bahwa inovasi hanyalah lomba meniru dengan timing yang tepat.

II. Era Branding & ATM (Amati, Tiru, Modifikasi)

Setelah era Xerox-Apple-Microsoft, dunia teknologi mulai paham satu hal: lebih mudah menjual ilusi daripada mencipta dari nol. Maka lahirlah ATM---Amati, Tiru, Modifikasi---metode legal buat perusahaan teknologi tetap eksis tanpa repot inovasi beneran.

Apple, Samsung, Xiaomi, Sony: Siapa Mencontek Siapa?

Apple: Memoles ide Xerox jadi iMac yang cantik, iPhone yang bikin kantong bolong, dan iPad yang bikin bosan tablet lain.

Samsung: Mengintip Apple, menambahkan sedikit fitur sendiri, lalu bilang "Lihat, kami juga inovatif!"

Xiaomi: Meniru Apple, Samsung, bahkan Sony, lalu menjual murah supaya fans tetap setia.

Sony: Masih hidup dari nostalgia Walkman dan PlayStation, sementara inovasi baru sering kalah sama hype perusahaan lain.

ATM ini bikin bisnis teknologi kayak pertandingan sulap: kamu nggak peduli trik aslinya dari mana, yang penting efeknya bikin semua terpesona. Konsumen? Mereka yang lapar---ingin gadget terbaru. Bodoh? Mereka yang rela antre, upgrade, dan bayar harga premium tiap tahun.

Startup: Murid Setia ATM

Bukan cuma raksasa teknologi, startup zaman sekarang juga belajar ATM. Ambil fitur yang ada, ubah dikit, beri nama unik, dan voila---"inovasi revolusioner" pun tercipta. Hanya saja, kadang inovasi mereka cuma berbeda satu huruf dari pendahulu, tapi hype-nya luar biasa.

III. Dari ATM ke IBM (Inovasi Berbasis Modifikasi)

Kalau ATM itu masih terdengar agak kreatif, era IBM menunjukkan level selanjutnya: Inovasi Berbasis Modifikasi. Alias, jangan buang tenaga mencipta, cukup ambil yang ada, ubah sedikit, kasih branding, dan jual mahal.

IBM: Raja Repackaging

IBM di masa lalu terkenal karena komputer mainframe-nya yang berat, mahal, dan... membosankan. Tapi rahasianya bukan di teknologinya sendiri, melainkan di kemampuan mereka mengemas ulang ide orang lain dan membuatnya terlihat orisinal. Windows, Linux, MacOS---semua yang "baru" seringkali hanyalah versi IBM yang dipoles, dijual, atau dikemas ulang dengan hype tinggi.

Brand Modern: Kopi dari Kopi

Sekarang, banyak brand teknologi besar pakai strategi yang sama:

Tesla: Mengambil teknologi baterai dan mobil listrik eksisting, memoles desain, lalu jual sebagai masa depan.

Meta: Membuat dunia maya, padahal konsep VR dan social network sudah ada puluhan tahun sebelumnya.

Amazon: Sistem e-commerce? Cuma versi raksasa dan lebih brutal dari toko online lain.

Jadi jangan heran kalau inovasi sering terdengar "wah" tapi sebenarnya kita cuma melihat versi repackaging yang mahal dan hype-driven. Konsumen dibodohi dengan kemasan baru, marketing ciamik, dan cerita heroik ala "disruptive startup".

IV. Kamus Satir Perusahaan Teknologi

Kalau sebelumnya kita bahas sejarah dan strategi, sekarang saatnya bikin glosarium dosa industri teknologi. Siap-siap tertawa pahit.

1. APPLE

A.P.P.L.E. -- Ambil Punya Pihak Lain Elegan
Jual ilusi premium, upgrade mahal tiap tahun, dan bilang itu inovasi.

a) GUI dari Xerox PARC

Faktanya: Steve Jobs pergi ke lab Xerox PARC tahun 1979, menyaksikan GUI, mouse, dan desktop metaphor yang saat itu revolusioner.
Jobs pernah bilang ide itu datang gratis: "Good artists copy, great artists steal."

Memang terjadi pertukaran saham sebagai imbalan kunjungan---jadi bukan embat paksa, tapi tetap ambil inspirasi kuat .

Banyak produk berikutnya---Lisa, Macintosh---dibangun di atas fondasi tersebut .

Judicial Drama:
Ada gugatan dari Xerox terhadap Apple (1989--1990), dan Apple menggugat Microsoft soal "look and feel" GUI-nya. Namun pengadilan menyatakan "idea" GUI tidak bisa dilindungi, hanya ekspresi aslinya .

Kesimpulan (satir tapi ilmiah): Apple mencuri ide dengan "elegan"---bukan secara gotil, tapi dengan status VIP dan sambil bilang "inspirasi kok." Ibarat maling yang minta izin masuk, lalu keluar bawa TV.

b) "Jual Ilusi Premium... Upgrade Mahal Setiap Tahun"

Strategi Premium Pricing: Apple memang dikenal kuat dalam menjual produk dengan harga lebih tinggi dibanding pesaing. Hal ini untuk menciptakan aura eksklusivitas dan profit margin besar .
Kontroversi "Batterygate" & Politik Upgrade:
Apple ketahuan memperlambat iPhone tua dengan update, mendorong konsumen beli yang baru. Ini mengundang gugatan dan denda---termasuk 25 juta di Prancis, dan $500 juta di California .

Keluhan Konsumen Nyata:
Di Reddit, banyak user frustrasi sama harga upgrade storage dan RAM di Mac yang kelewat mahal. Contohnya:
 "Upgrade storage 256 GB ke 1 TB di Mac ngebandrol $400, padahal di PC cuma sekitar $90." .
Apple itu kaya tukang sulap ulung---bikin kita percaya upgrade itu "esensial", lalu nguras dompet tiap tahun. Ibarat sarjana pura-pura butuh gelar tambahan buat prestise.

"Lo pikir Apple itu inovatif? Nggak lah. Mereka canggih dalam 'mbaer'---MBA (Milik Buah Apel Elegan). Ide orang lain, tinggal poles terus dijual mahal. Buat upgrade, budgetnya gila---layaknya bayar langganan status sosial. Tapi yang pinter cuma Apple, kita? Ah... cuma ikan lapar yang rela bayar buat umpan narsis."

2. MICROSOFT

M.I.C.R.O.S.O.F.T. -- Modifikasi Ide, Copy, Repack, Overprice, Sisa OS Fitur Tua
Rilis update untuk nutup bug, tapi nambah bug baru biar ada update lagi.

a) Modifikasi Ide & Copy -- Windows vs. Macintosh GUI

Sejarah sengketa hukum: Apple menggugat Microsoft pada 1988 karena menuding Windows meniru GUI Macintosh (total 189 elemen visual), namun sebagian besar gugatan ditolak. Pengadilan menyatakan bahwa sebagian besar elemen tersebut sudah dilisensi atau tidak bisa dilindungi hak cipta .

Lisensi rahasia: Ternyata, Apple memegang deal dengan Microsoft sejak 1985---memberi lisensi penggunaan GUI versi Mac untuk Windows. Jadi tuduhan pencurian berujung ke drama hukum atas perjanjian lama .

Sindiran legendaris: Bill Gates sempat berkata setelah dituduh nyolong:
 "Aku pikir kita berdua ambil dari tetangga kita yang kaya---Xerox... dan gue ketemu lo sudah lebih dulu ambil TV-nya."
Microsoft memang "copy", tapi mereka punya surat ijin---kayak maling yang masuk duluan sambil bilang, "Eh, gak apa-apa, kan sudah dikasih izin!"

b) Update Windows: Nutup Bug, Bikin Bug Lagi

August 2025 Windows Updates--Drama SSD hilang & recovery tool rusak:
Update KB5063875 menyebabkan SSD tiba-tiba hilang dan fitur reset seperti "Reset my PC" jadi gagal total. Microsoft merilis update darurat untuk memperbaiki semua kekacauan ini .

Update lainnya, seperti KB5063878 (Windows 11), malah bikin bug baru---SSD tiba-tiba menghilang saat transfer data besar, terutama saat drive di atas 60% penuh .

Bahkan Firewall Windows 11 sempat terus log error "Config Read Failed" dalam Event Viewer meski fungsi aslinya tetap jalan---itu pun baru diperbaiki di update Juli 2025 .

Opini pengguna di Reddit:
"I have a feeling these are half-finished products rushed to be released... with a lot of bugs... these are just not ready yet."
"Jadi Microsoft itu kayak tukang tambal sulam OS: setiap patch datang, iya nutup bug. Tapi esoknya malah ada bug baru. Ibarat pelatih sepak bola yang tambal kebocoran jala, tapi bikin lobang baru di gawang. Konsumen? Kita. Yang terus musti update, karena 'kalau gak update, bahaya!'---padahal gara-gara update juga muncul masalah baru."

3. GOOGLE

G.O.O.G.L.E. -- Gali Orang-Orang, Gadaikan Lalu Eksploitasi
Buat kita tergantung sama search engine, lalu jual privasi kayak sayur di pasar.

a) Gali Orang-Orang Kecanduan Search & Ekosistem Google

Google Search, Gmail, Maps, YouTube---semua jadi kebutuhan wajib. Kamu bener-bener nggak sadar sudah "tergantung" sama mereka.
Efeknya? Data sepanjang waktu---riwayat pencarian, lokasi, kebiasaan---dihimpun terus tanpa permisi yang jelas.
Contohnya, survei (2025) Indonesia: mayoritas pengguna merasa search engine Google "tak tergantikan" dalam keseharian.

b) Gadaikan lalu Eksploitasi Data = Mata Uang Mereka

Kesepakatan hukum:
Google didenda 50 juta oleh CNIL (Prancis) karena tak transparan soal cara mereka kumpulkan data untuk iklan .

$5 miliar class-action settlement atas tuduhan tetap melacak pengguna meski dalam mode "incognito" $1,375 miliar kepada Texas terkait pelanggaran privasi seperti pelacakan lokasi, incognito, hingga data biometrik .

$314 juta denda akibat pengumpulan data pengguna Android tanpa izin, meskipun pengaturan tampaknya mematikan pelacakan background .

Teknik creepy tapi legal:
Real-time bidding (RTB): Google meneruskan data seperti ID perangkat, IP, dan browsing activity ke berbagai pihak periklanan---tanpa jual langsung, tapi monetisasi melalui data itu .

Dark patterns: Pengguna diarahkan untuk memberi akses data lebih---misalnya nyalain lokasi padahal setting lain tetap aktif---sulit agar benar-benar "off" .

Privasi anak-anak bukan pengecualian:
Baru-baru ini, Google membayar $30 juta atas pelanggaran privasi anak di YouTube---karena tetap mengumpulkan data personal anak-anak tanpa izin orang tua .

Sebelumnya (2019), FTC juga mengenakan denda $170 juta terkait pelanggaran COPPA---tapi sayangnya skrip personalisasi ternyata masih jalan di konten "made for kids" .

Lelucon "incognito mode" yang greasy:
Banyak pengguna percaya private atau incognito berarti aman, tapi nyatanya Google tetap melacak---hanya saja menampilkannya "halus", hingga harus dibawa ke pengadilan .

"Google itu kayak tukang gali data yang halus---kamu mikirnya ketik satu kata di search, eh tiba-tiba dia gali semua. Lalu datamu dia gadaikan ke pengiklan, dijual lagi. Kamu tergantung sama search-nya, tapi pricenya? Privasi. Data kamu itu emas buat mereka. Dan kamu? Nggak dibayar, malah terus digali."

4. META

M.E.T.A. -- Mengambil Eksistensi Tanpa Akhir
Bangun dunia maya karena dunia nyata sudah muak sama iklannya, jadi ide metaverse bukan untuk kita, tapi untuk data, hype, dan gengsi.

a) Mengambil Eksistensi Tanpa Akhir Metaverse sebagai Penghisap Waktu & Data

Kerugian Fantastis: Divisi Reality Labs Meta merugi besar---sekitar US$5 miliar per kuartal baru-baru ini, dan total hingga puluhan miliar sejak 2020 .

Meta sudah bilang 'visi jangka panjang'---tapi investor dan netizen lebih lihat: utang menggunung, engagement nol besar. CTO Meta pernah bilang ini bakal jadi "visionary feat atau legendary misadventure." .

Metaverse gagal penuhi ekspektasi: Kekurangan hardware, bug, UX payah, hingga minat publik yang rendah .

Satir: Jadi Meta kayak tukang undang orang ke drama realita maya---tapi yang datang cuma kantong kita, bukan pengguna aktif.

b) Keamanan & Privasi? Lebih Banyak Drama daripada Perbaikan

Eksploitasi & pelecehan di VR: Horizon Worlds mencatat insiden pelecehan seksual virtual, pengguna di bawah umur yang menggunakan platform, dan moderasi yang parah dinilai kurang responsif .

Whistleblower internal, Kelly Stonelake, menyatakan Meta lebih peduli profit ketimbang keselamatan anak---bahkan setelah COPPA dibuat untuk lindungi anak online .

Meta juga menghadapi kritik serius soal data: pernah didenda 200 juta di Eropa karena skema "consent or pay" yang memaksa data pengguna dipakai untuk iklan .

Pelacakan melalui Pixel---Meta dianggap kumpulkan data kesehatan sensitif tanpa izin, dan CEO Zuckerberg dibidik untuk dipanggil sebagai saksi dalam class action atas ini .

Satir: Metaverse mereka seolah lari dari kenyataan tapi malah jadi lubang hitam privasi dan keselamatan---presiden ngomong, bukan planet kita.

c) Reposisi Strategis & Fokus Hidung Halu

Meta sudah melihat metaverse gagal popular dan mulai beralih ke AI---krisis internal, banyak restrukturisasi, dan ekspektasi yang sekarang diarahkan pada kecerdasan buatan .

"Meta itu kayak bos yang ngajak kamu ke pesta realita maya---katanya 'dunia baru, bebas iklan!' Padahal yang dibangun cuma labirin glitch, tempat anak bisa digroom tanpa pengawasan. Kita mari, hype kita ge-er. Mereka? Nunggu data, posisi dominasi, dan hype don't die. Sekarang metaverse mulai ditinggal, diarahkan ke AI---karena hype tetap harus bertahan, walau konsepnya gagal total."

5. AMAZON

A.M.A.Z.O.N. -- Ambil Margin, Asal Zona Nyaman
Surga belanja cepat, neraka bagi pekerja dan planet, semua demi margin, dengan aman dari kontroversi (katanya).

a) Ambil Margin Keuntungan Fantastis, Biaya Manusia Murah & Lingkungan Rusak

Keuntungan Mentereng, Biaya Pelit untuk Pekerja:
Amazon meraup lebih dari $17 miliar dalam satu kuartal saja. Sementara itu, pekerja sering dikejar target ekstrem, seperti meraih 60 item per jam, berdiri sepanjang shift tanpa istirahat layak, dan mengeluh kondisi panas menyiksa---terutama di gudang India saat suhu mencapai 50C.

Cedera Pekerja Tinggi, Tapi Data Dimanipulasi:
Laporan dari Senat AS menunjukkan angka cedera di gudang Amazon lebih tinggi 30%-- hampir dua kali dibanding rata-rata industri. Amazon menyadari risiko ini, bahkan punya studi internal Project Soteria, tetapi rekomendasi keselamatan diabaikan demi menjaga "produk-balap cepat".
Eksploitasi Internasional:
Di Arab Saudi, pekerja migran membayar biaya rekrutmen tinggi ($830--$2.300), kemudian diperlakukan tidak adil, dan banyak yang belum dikompensasi penuh meski Amazon akhirnya mengumumkan refund $1,9 juta. Beberapa pekerja tetap frustrasi karena tak mendapat ganti yang sesuai, termasuk bunga pinjaman yang mereka tanggung.
b) Asal Zona Nyaman Lingkungan Terkorbankan demi Efisiensi

Destruksi Barang:
Di gudang Skotlandia, satu laporan menemukan Amazon "menghancurkan" hingga 130.000 barang per minggu---meski sebagian masih layak dijual. Mereka membantah, tapi tudingan ini serius.
Plastic Waste & Greenwashing:
Pengemasan sering plastik sulit didaur ulang, dan sebagian limbah plastic dibakar di India meski punya logo daur ulang. Amazon juga dituding melobi menolak perundangan energi bersih di Oregon, dan memakai skema RECs untuk tampakkan "energi hijau" padahal cuma beli kuota dari grid lain.
Amazon itu kayak toko swalayan tanpa kasir nurani. Lo senang belanja cepat, 2-klik sampai. Tapi di balik itu, ada pekerja yang nyeret barang panik sambil keringatan, direkam tiap detik biar gak istirahat. Planet? Hancur dipaksa. Barang gak laku? Dibuang. Plastik? Dibakar. Semua nyaman---kecuali buat yang kerja dan bumi. Kita makan margin, mereka digerus."

6. TESLA

T.E.S.L.A. -- Teknologi Eksisting, Sedikit Lapis AI
Jual mimpi futuristik, tapi kadang kualitas pintu mobil kalah sama tukang las bengkel.

a) Masalah Kualitas Produksi

Keluhan umum: celah pintu tidak rata, cat mengelupas, dan masalah panel body (Consumer Reports 2022).

Beberapa pemilik Tesla Model 3 & Model Y melaporkan pintu sulit ditutup, bahkan kaca belakang bisa copot saat hujan deras.

b) Janji Autopilot & Full Self-Driving (FSD)

Tesla menjual paket FSD seharga $12.000, padahal teknologi masih berstatus Beta.

NHTSA (Badan Keselamatan Transportasi AS) menyelidiki puluhan kecelakaan terkait Autopilot.

c) Elon Musk & Overpromising

Musk pernah mengklaim mobil Tesla akan sepenuhnya bisa mengemudi sendiri pada 2020.

Faktanya, hingga 2024, belum ada Tesla yang mencapai Level 5 otonomi penuh.

Tesla itu seperti jual tiket ke Mars, tapi pesawatnya masih bengkel. Orang tetap antre beli karena Elon Musk ngomongnya keren. Padahal pintu mobil aja kadang miring, tapi katanya mobil masa depan. Masa depan bengkel, iya."

7. SAMSUNG

S.A.M.S.U.N.G. -- Sedikit Amati, Modifikasi, Sisa Unggah Nunggu Gimik
Rilis 10 seri per tahun biar konsumen bingung tapi tetap beli, karena "yang baru itu pasti lebih baik" (padahal hanya gimik ringan).

a) Rilis Banyak Model Tiap Tahun Konsumen Bingung, Brand Selalu Tayang

Menurut survei pasar, Samsung rata-rata mengeluarkan sekitar 27 model smartphone baru per tahun di AS saja .

Artikel menyebut bahwa jumlah keseluruhan model Samsung dalam 2020 adalah 21 model, atau 35 termasuk variannya, sementara tahun sebelumnya (2019) meluncurkan 24 model atau 38 dengan variannya .

Penjelasan terkini menyatakan Samsung biasa merilis lebih dari 30 model smartphone setiap tahun, mencakup seri flagship, seri menengah, dan budget .

Untuk tahun 2025 saja, Samsung memiliki setidaknya 11 model Galaxy di lini flagship, termasuk S25, S25 Plus, S25 Edge, S25 FE, serta foldables seperti Z Fold 7 dan Z Flip 7 .

Sejarah Galaxy Unpacked menunjukkan Samsung memperkenalkan berbagai perangkat---smartphone, tab, wearables, audio---berbagai seri hampir setiap tahun sejak 2009 .

b) Opini Konsumen -- Capek dan Bingung

Seorang pengguna Reddit mengeluhkan fenomena ini:
"Saya frustrasi... makin banyak model dan sub-model Samsung, makin sulit buat pelanggan ngikutinnya."
Komentar lain menyebut, "Samsung bikin 40+ model setahun, bikin lineup jadi redundant" .

Ada juga yang curhat:
"Setiap tahun 'upgrade' dikit, bikin pengguna yang hapal istilah teknis nggak bisa bedain model mana yang bener-bener beda."
Seorang komentator lain bilang:
"Pada akhirnya, kita beli lagi karena bingung beda seri---padahal fitur-perubahannya nyaris nol."
Samsung itu seperti tukang sulap gadget---setiap tahun mereka lempar catalog penuh model. Kamu cuma bisa geleng-geleng: 'Tunggu, ini bedanya apa sih? S25 Edge vs Plus?' Eits, ternyata bedanya cuma lips service. Tapi hype-nya berhasil---konsumen tetap tergoda upgrade. Dan Samsung? Dapet keuntungan, brand stay hype, konsumen stay bingung."

8. XIAOMI

X.I.A.O.M.I. -- Xerox Ide Apple, Optimasi Murah, Inovasi Imitasi
Sindiran: Xiaomi dikenal dengan reputasi "jiplak Apple" di awal perjalanan, menjual murah, lalu rajin upgrade bertubi-tubi supaya fans tetap lengket.

a) Reputasi Menjiplak Apple di Awal

CEO Xiaomi Lei Jun bahkan dijuluki "Steve Jobs dari China" karena gaya presentasi dan desain produknya sangat mirip Apple.

Business Insider menyebut Xiaomi kerap membuat produk yang terlihat seperti "Apple knockoff", terutama pada Mi Phone generasi awal.

The Verge menulis:
"Bahkan ikon aplikasi, desain UI, sampai kemasan Mi Phone terasa seperti iPhone versi alternatif."
Pada 2014, VP Xiaomi Hugo Barra mengakui bahwa beberapa desain terlalu mirip Apple dan harus "dihentikan" (theguardian.com).

b) Jual Murah dengan Spek Menggoda

Xiaomi berhasil memikat pasar karena harga gila-gilaan murah, bahkan sempat mendapat julukan "Apple of China dengan harga setengah" (bbc.com).

Model flagshipnya bisa dijual 30--50% lebih murah dari iPhone, tapi dengan spek yang tampaknya bersaing di atas kertas.

c) Upgrade Bertubi-tubi

Menurut Counterpoint Research, Xiaomi meluncurkan lebih dari 60 model smartphone pada tahun 2020 saja, termasuk sub-brand Redmi dan Poco (counterpointresearch.com).

Di tahun-tahun berikutnya, Xiaomi tetap mempertahankan kebiasaan meluncurkan banyak model hanya selisih sedikit di fitur atau ukuran baterai---membuat pengguna terus merasa FOMO (Fear of Missing Out).

Xiaomi itu seperti fotokopi iPhone yang dikasih diskon Black Friday seumur hidup. Dari Mi pertama sampai sekarang, nuansa 'Apple rasa Indomie' nggak hilang. Tapi fansnya tetap setia karena tiap tiga bulan selalu ada seri baru yang bikin mikir: 'Lah, baru beli kemarin kok udah ada yang lebih murah dan speknya naik?' Dan Xiaomi cuma nyengir sambil bilang: 'Upgrade terus, jangan pindah hati ya~' "

9. SONY

S.O.N.Y. -- Segala Orisinalitas Nyaris Yatim
Sindiran: Sony dulu rajanya inovasi (Walkman, PlayStation, kamera), tapi kini seperti hidup dari nostalgia sambil berharap fans lama tetap setia.

a) Era Keemasan Inovasi

Walkman (1979) mengubah cara orang mendengar musik. Sony jadi ikon budaya pop global (history.com).

PlayStation (1994) merevolusi industri game, membawa grafis 3D ke ruang keluarga (ign.com).

b) Kehilangan Dominasi di Beberapa Pasar

Sony dulu menguasai pasar ponsel, tapi divisi Xperia sekarang cuma pegang <1% pangsa pasar global (counterpointresearch.com).

TV dan kamera masih berkualitas, tapi kalah gaung dari Samsung, LG, dan bahkan Apple di segmen konsumen mainstream.

c) Hidup dari Nostalgia

PlayStation tetap jadi penyelamat: PS5 sukses besar dengan 40 juta unit terjual per Juli 2023 (gamesindustry.biz).

Namun, di bidang lain, Sony lebih banyak memerah merek lama (remaster game, film adaptasi) ketimbang melahirkan produk revolusioner baru.

Sony sekarang mirip mantan bintang rock yang hidup dari royalti lagu lama. Walkman dulu bikin dunia joget, PlayStation bikin gamer jatuh cinta. Tapi untuk inovasi baru? Kadang terasa seperti konser reuni: nostalgia enak, tapi lagu baru jarang ada yang nempel di kepala."

10. NVIDIA

N.V.I.D.I.A. -- Naikin Value, Iklan Dulu, Inovasi Akhirnya
Harga kartu grafis bikin kantong bolong, tapi gamer tetap rela. Harga kartu grafis melonjak gila-gilaan, entah karena hype AI, kelangkaan chip, atau sekadar "karena bisa."

a) Harga GPU Meroket

Sejak seri RTX 30 dan 40, harga GPU sering 50--100% di atas MSRP karena permintaan dari penambang kripto & AI.

RTX 4090 diluncurkan dengan harga $1.599 (sekitar Rp 25 juta), menjadikannya salah satu GPU konsumen termahal dalam sejarah.

Banyak gamer mengeluh bahwa NVIDIA "tidak lagi peduli pada gamer" (pcgamer.com).

b) AI Jadi Dalih Kenaikan Harga

CEO Jensen Huang menyebut GPU mereka sebagai "AI factories" dalam presentasi 2023, seolah-olah gamer cuma segmen sampingan.

Harga tinggi dibungkus dengan jargon AI, rendering real-time, dan DLSS 3, tapi realitanya: "cuma mau main game, Bro."

c) Iklan Dulu, Inovasi Akhirnya

NVIDIA terkenal memamerkan teknologi baru (Ray Tracing, DLSS) jauh sebelum dukungan game meluas.

Gamer beli mahal, tapi fitur kadang baru optimal setahun kemudian setelah update driver & game kompatibel.

NVIDIA itu kayak tukang nasi padang yang naikin harga rendang karena bilang 'ini daging Wagyu', padahal yang makan cuma pengen kenyang. Gamer beli RTX 4090 buat main GTA V, yang rilis 2013. Inovasi? Datang belakangan, yang penting iklan duluan."

V. Konsumen -- Predator atau Mangsa?

Sekarang kita balik ke yang paling penting: kita, para konsumen. Siapa yang lapar? Siapa yang bodoh? Dan siapa predator sebenarnya?

Konsumen: Mangsa Setia

Kalau di dunia Jobsian, "stay hungry, stay foolish" terdengar keren. Tapi dalam praktiknya:

Lapar ingin gadget terbaru, upgrade, dan fitur yang sebenarnya nggak terlalu penting.

Bodoh rela antre, bayar mahal, dan terkadang rela jadi brand ambassador gratis di sosial media.

Hasilnya? Kita jadi mangsa favorit perusahaan teknologi. Mereka cukup mengamati tren, meniru ide yang sudah ada, lalu memodifikasinya sedikit. Kita datang, lapar dan bodoh, dan mereka menang besar.

Perusahaan: Predator Pintar

Perusahaan teknologi modern pintar banget. Mereka tahu psikologi kita: FOMO (Fear of Missing Out), status sosial, dan rasa ingin selalu update. Dengan trik marketing, hype, dan packaging yang memukau, mereka membuat kita:

Membeli yang tidak perlu.

Meng-upgrade gadget lama yang sebenarnya masih bagus.

Terjebak di ekosistem mereka, biar gampang dijual produk baru lagi.

Jadi, jangan salah: kadang kita merasa menjadi predator---mencari gadget baru untuk memuaskan diri---padahal sebenarnya kita mangsa yang dimangsa. Ikan lapar yang bodoh dalam kolam teknologi yang dipenuhi buaya pintar.

VI. Penutup Pahit-Manis

Jadi, apa yang bisa kita simpulkan dari perjalanan panjang ini? Dunia teknologi bukan sekadar soal inovasi atau terobosan brilian. Banyak yang terlihat "baru" dan "revolusioner" hanyalah versi repackaging mahal dari ide lama. Dari Xerox sampai Apple, Microsoft, hingga Tesla dan Meta, pola ATM (Amati, Tiru, Modifikasi) sudah menjadi rahasia umum. Lalu, perusahaan-perusahaan ini mengemasnya dengan marketing ciamik, hype, dan desain elegan---sehingga konsumen yang lapar dan bodoh tetap setia antre.

Kita tertawa pahit, sadar, tapi juga sedikit geli:

"Stay hungry, stay foolish" ternyata lebih cocok jadi slogan mangsa teknologi modern daripada mantra inovator sejati.

Kita bukan predator, tapi ikan lapar dan bodoh yang dengan senang hati menyerahkan uang, data, dan waktu untuk menghidupi ekosistem mereka.

Akhirnya, pesan satir ini sederhana:

Tetap haus belajar, tapi jangan sampai haus dikibulin.

Tetap penasaran, tapi jangan sampai bodoh rela dibohongi.

Dan selalu ingat, inovasi sejati jarang dijual dengan kemasan hype.

Jadi setiap kali melihat iPhone baru, headset VR, atau mobil listrik futuristik: tarik napas, senyum pahit, dan bilang: "Anjir... selama ini gue dibegoin."

Dan di situlah humor pahit kita: sadar, ketawa, tapi juga sadar---di dunia teknologi, siapa yang lapar dan bodoh, ya dia yang bayar mahal buat mainan yang sebetulnya cuma upgrade kecil dari ide lama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun