Aku mencintai dingin sepenuh jiwa, begitu dalam, hingga rasanya aku mulai membeku dari dalam, menjadi kristal-kristal doa yang tak pernah dijawab. Tapi dingin hanya berjalan lewat, menginjakkan beku di dadaku seolah aku lantai yang tak berarti. Ia menyayat tanpa pisau, membisu tanpa ampun, meninggalkanku menggigil dalam dialog sepi dengan dinding yang menolak gema. Mungkin aku yang sinting, berharap hangatku, yang kuperah dari luka-luka lama, bisa menetes ke relung dinginnya yang bahkan tak punya ruang. Tapi yang terjadi, aku larut... bukan mencair, bukan menguap, tapi larut, menjadi kabut yang lupa caranya pulang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI