kuasa fungsional (komputasi dan prediksi) dan agensi etis,
empati simulatif dan cinta aktual yang berakar pada kesadaran dan tanggung jawab moral.
Dengan demikian, pengembangan AI yang etis tidak berupaya menciptakan entitas yang 'seolah sadar', melainkan mendesain sistem yang memperkuat kesadaran manusia, bukan mengaburkannya.
6. Kritik dan Refleksi Diri
6.1 Potensi Kritik
a. Determinisme dan Ilusi Kehendak
Salah satu kritik utama yang mungkin muncul terhadap tesis ini adalah determinisme, yang menyatakan bahwa segala peristiwa, termasuk tindakan manusia, sudah ditentukan oleh faktor-faktor eksternal atau internal, seperti genetika, lingkungan, atau bahkan struktur sosial. Jika kehendak adalah elemen dasar kesadaran, maka kritik ini mempertanyakan apakah kehendak itu benar-benar bebas atau sekadar ilusi yang diproduksi oleh determinasi biologis dan sosial. Apakah kehendak kita benar-benar "sadar," ataukah itu hanya manifestasi dari proses yang lebih besar dan tak terkontrol?
Pandangan deterministik ini juga berakar pada pandangan bahwa manusia hanya bereaksi terhadap stimulus dan bahwa kesadaran dan kehendak hanyalah lapisan yang menutupi kenyataan yang lebih mendalam tentang keterbatasan kebebasan manusia.
b. Relativisme Nilai dan Etika
Kritik lain yang mungkin muncul adalah relativisme nilai, yang berargumen bahwa pemahaman kita tentang kehendak, kuasa, ilmu, dan cinta bersifat relatif, tergantung pada budaya, konteks sosial, atau pengalaman pribadi. Jika nilai-nilai ini bisa berbeda-beda antar individu atau komunitas, maka apakah kerangka ini, yang mengasumsikan nilai tertentu tentang kehendak dan atributnya, dapat diterima secara universal? Relativisme ini mengajak kita untuk mempertanyakan validitas klaim etis dan ontologis yang lebih luas terkait kehendak manusia, khususnya dalam konteks interaksi global di dunia yang sangat beragam.
c. Ilusi Kehendak dalam Ilmu dan Teknologi