Ini berarti bahwa keterlibatan Allah bukan sekadar tindakan ad hoc, tetapi bagian dari keteraturan kosmis yang penuh makna.
Dengan demikian, Islam menghindari jebakan deisme, tetapi juga tidak jatuh ke dalam paham yang menganggap Allah harus selalu melakukan intervensi secara dramatis dalam setiap kejadian.
2. Sunatullah adalah Prinsip Utama, tetapi Intervensi Ilahi Tetap Ada dalam Kasus Tertentu
Sunatullah adalah hukum keteraturan ilahi yang berlaku dalam alam semesta, yang bisa diamati dalam hukum fisika, biologi, dan sosial. Namun, ini tidak berarti bahwa Allah terikat oleh hukum yang Dia ciptakan sendiri.
Allah membiarkan hukum alam bekerja secara konsisten, karena hukum ini adalah manifestasi kebijaksanaan-Nya dalam menciptakan keteraturan.
Namun, dalam kondisi tertentu, Allah dapat bertindak di luar keteraturan yang biasa diamati, yang dalam Islam dikenal sebagai mukjizat atau karomah.
Intervensi ini tidak harus berarti kekacauan terhadap hukum alam, tetapi bentuk kebijaksanaan ilahi dalam konteks yang tidak dapat dijelaskan oleh rasionalitas manusia saat ini.
Sebagai contoh:
Kasus Maryam: Saat berada di mihrab, dia mendapatkan makanan tanpa sebab yang tampak jelas (QS. Ali Imran: 37). Ini bisa dipahami sebagai intervensi Allah yang tidak melanggar hukum alam, tetapi menunjukkan bahwa rezeki tidak selalu harus dipahami secara mekanistik.
Kasus Ibrahim: Api yang tidak membakarnya (QS. Al-Anbiya: 69) bukan sekadar pelanggaran hukum fisika, tetapi bentuk kebijaksanaan Allah dalam menegaskan kebenaran seorang nabi.
Oleh karena itu, intervensi ilahi bukanlah sesuatu yang konstan dan sewenang-wenang, tetapi terjadi dalam konteks yang memiliki hikmah dan tujuan tertentu.