Di era modern, pemahaman tentang hubungan antara intervensi Allah, hukum alam, dan spiritualitas memiliki dampak yang luas, tidak hanya dalam diskursus akademik tetapi juga dalam kehidupan sosial, budaya, dan bahkan politik. Beberapa alasan utama mengapa pemahaman ini menjadi sangat penting bagi masyarakat kontemporer meliputi:
1. Tantangan Sekularisasi dan Krisis Makna
Modernitas membawa pergeseran besar dalam cara manusia memahami realitas. Sains dan rasionalitas empiris sering kali menggantikan narasi metafisik dalam menjelaskan dunia, mengarah pada sekularisasi yang menyingkirkan peran Allah dalam kehidupan manusia. Namun, di sisi lain, fenomena krisis makna semakin meluas---banyak individu mengalami kehampaan eksistensial di tengah kemajuan teknologi dan materialisme.
Pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana Allah "hadir" dalam dunia tanpa harus selalu melakukan intervensi langsung dapat menjembatani spiritualitas dan rasionalitas, sehingga agama tetap relevan tanpa bertentangan dengan sains.
2. Hubungan Agama dan Ilmu Pengetahuan
Banyak orang di era modern beranggapan bahwa agama dan sains bertentangan, terutama dalam memahami hukum alam dan fenomena supernatural. Jika intervensi Allah selalu diartikan sebagai pelanggaran hukum alam, maka sains dan agama tampak tidak kompatibel.
Namun, pemahaman sufistik yang menekankan bahwa Allah tidak selalu bertindak dengan cara supranatural, tetapi juga melalui hikmah dalam hukum alam, dapat menjadi jembatan epistemologis antara sains dan agama. Hal ini memungkinkan agama tetap memiliki validitas filosofis di era sains, tanpa harus bergantung pada keajaiban sebagai bukti eksistensi Allah.
3. Konsekuensi Sosial: Tawakal vs Usaha dalam Masyarakat
Pemahaman tentang kapan Allah bertindak langsung dan kapan manusia harus berusaha juga berdampak pada etos kerja dan tanggung jawab sosial. Dalam beberapa kalangan, ada kecenderungan untuk bersikap fatalistik, menganggap bahwa segala sesuatu sudah ditetapkan Allah tanpa perlu usaha dari manusia.
Namun, kasus Maryam yang tetap diperintahkan menggoyangkan pohon kurma atau Ibrahim yang tetap harus menghancurkan berhala menegaskan bahwa Allah menghendaki manusia untuk berusaha, bukan sekadar menunggu intervensi-Nya. Ini memiliki implikasi besar dalam:
Ekonomi: Mendorong budaya kerja keras dibandingkan mentalitas pasrah tanpa usaha.