Mohon tunggu...
Rinrin
Rinrin Mohon Tunggu... Lainnya - amateur

🍉

Selanjutnya

Tutup

Horor Artikel Utama

Teror di Desa Klenik

10 Oktober 2023   11:48 Diperbarui: 20 Oktober 2023   09:50 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sesajen | KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI 

Aku baru menyadari, kemana Bu Asih dan suaminya? Biasanya ketika hari sudah mulai gelap, mereka sudah pulang. Takut dan bingung bercampur jadi kecemasan yang menyesakkan.

"A-aku ingin pulang," lirih Riana. Aku melihat temanku dengan jeri. "Besok pagi kita usahakan pergi dari sini," kataku tak kalah lirih. Kondisi Riana lebih memperhatinkan dariku, tiga hari di sini matanya sudah cekung dan mata pandanya kian menghitam.

Kami seperti anak ayam kehilangan induknya, diselimuti kebingungan dan tak tahu harus melakukan apa. Aku dan Riana masih berdiri di ruang terbuka yang sepinya bagai pekuburan. 

Padahal kami tadi berteriak, barangkali dengan suasana sunyi seperti ini walaupun berjauhan para tetangga bisa saja mendengar kami. Namun, sepertinya mereka tak peduli. Aku merasa tak sanggup lagi, jika harus lebih lama tinggal di sini. 

Desa misterius, rumah-rumah panggung sederhana yang jarak antara satu dengan yang lainnya tak bisa dijangkau hanya dengan beberapa langkah saja. Meskipun hidup mereka jauh dari kesan maju, tapi mereka terkesan makmur, padi dan tumbuhan di ladang tumbuh subur.

Di petang hari kedua, Riana membisikkan sesuatu yang membuatku terbelalak. "Hidup tanpa kesulitan padahal tinggal di tengah-tengah hutan. Apa jangan-jangan mereka bersekutu dengan dedemit meminta kesuburan tanah tempat tinggalnya ini?"

Aku menganga, langsung menaruh jari telunjuk di mulut, menyuruhnya diam. "Astaga Riana! Jangan asal ngomong. Mana mungkin, itu tak masuk akal. Barangkali tanahnya saja yang memang subur!" balasku dengan bisikan pelan.

Riana memajukan wajahnya lebih dekat ke telingaku. "Terus apa tujuan dari ritual dan sesajen itu? Konsep ibadah pada Tuhan tidak seperti itu, Sekar. Mereka memang sesa—"

Aku segera menutup mulutnya dengan buku pedoman posyandu yang ada di pangkuanku. Kesabaranku terbakar habis oleh celotehan Riana yang terlalu blak-blakan. Ia dengan segala ceplas-ceplosnya sudah cukup membuatku ketar-ketir.

Desa ini berada di tengah-tengah hutan, satu-satunya kemajuan yang bisa menyentuhnya hanyalah aliran listrik, itu juga sangat terbatas. 

Tak semua warga berkenan dialiri listrik, hanya sedikit orang menerima penerangan modern salah satunya Bu Asih dan suaminya. Itupun mereka sangat jarang menggunakannya, barangkali Bu Asih berkenan menyalakan lampu hanya karena ada kami. Akses menuju desa juga cukup sulit, hanya berupa jalan setapak yang hanya bisa ditembus dengan sepeda motor. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun