Aku menunggumu dengan kepala penuh racun
mengunyah pahit tahun demi tahun
sampai gigiku tanggal,sampai jiwaku keropos,
sampai tak ada lagi yang tersisa selain kehinaan.
Kau tahu apa artinya menunggu?
Artinya aku membunuh diriku pelan-pelan
mencekik harapan sendiri sampai wajahnya biru dan mati
lalu menghidupkannya lagihanya agar bisa kukejami sekali lagi.
Sial!
Aku memaki namamu di setiap gelas kosong
aku muntahkan bayanganmu di setiap mimpi busuk.
Tapi kutukan itu menempel di lidahku
tak bisa kucuci,
tak bisa kulempar,
aku tetap mencintaimu meski cintanya
adalah belati yang terus menebas nadiku.
Kini malam-malamku adalah tanya tanpa jawaban
ratap yang tak pernah kau dengar.
Aku menulis namamudi dinding kesunyian,
aku menyalakan lilinyang hanya menyala untuk membakar diriku sendiri.
Setiap langkahmu menjauhadalah luka yang mengangaÂ
dan aku masih berjalandengan dada yang robek, dengan hati yang menolak sembuh.
Aku terkutuk
kau berkah
dan dunia ini menertawakan jarak yang tak bisa kupangkas.
Maka biarlah puisi ini menjadi ratap
biarlah setiap kata menjadi jerat leher
biarlah setiap baris menjadi lubang kubur.
Aku mati di sini,bukan oleh dunia
tapi oleh cinta yang hanya tahu caranyamenyisakan abu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI