Mohon tunggu...
Anggit Pujie Widodo
Anggit Pujie Widodo Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Orang boleh pandai setinggi langit. Tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. ( Pramoedya Ananta Toer )

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sepi Dalam Keramaian

17 November 2021   22:50 Diperbarui: 17 November 2021   23:05 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup ini terasa begitu hambar, aktifitas yang biasa dilakukan terus menerus berulang tanpa ada penambahan, malah terus berkurang. Lelaki yang biasanya membara dalam bercengkrama, debat bahkan dikenal sebagai singa podium ternyata hanya seekor kucing untuk dirinya sendiri.

Iyaa.. benar..

Di mata orang lain, lelaki itu begitu superior, terkenal di golongannya, kadang juga dapat penghormatan tanpa sebab. Wajar, saja karena lelaki itu sudah banyak menunjukkan bukti bukan sekedar teori busuk.

Bisa dibilang, hidup lelaki itu penuh dengan keramaian. Ramai akan pujian, tepuk tangan dan kekaguman begitupula dengan hinaan dan kedengkian. Ramai.. ramai sekali, sampai lelaki itu lupa diri dan hilang jati diri.

Tampak luar, lelaki itu memang selalu dikerubungi keramaian, seolah teman tak pernah habis, apapun bahan bicara yang disajikan selalu disantap dengan lahap, tanpa pikir panjang dan tak perlu banyak pertimbangan. Sebagian orang mungkin mengharapkan hidup seperti lelaki itu, tapi memang tumbuh kembang setiap orang dan perjalanan prosesnya memang tak bisa disamakan.

Masih tentang lelaki itu, keramaian seolah jadi teman sejatinya, tak pernah terlihat sedih dari luar, karena orang lain mungkin akan memandang buruk ketika ia menunjukkan jati dirinya sesungguhnya yang paling dalam..

Yah, jati diri sesungguhnya, paling dalam.
Sebuah ungkapan rahasia yang jarang diketahui banyak orang. Hanya lelaki itu yang mengerti, memahami dan merasakan. Bungkus mungkin terlihat rapih dengan lipatan yang teliti, tak satupun kusut terlihat. Karena bungkus, bagi orang lain adalah kebutuhan utama menilai seseorang.

Lelaki itu, tak seperti yang dilihat orang banyak. Ada sesuatu yang disembunyikan dan mungkin tak akan pernah diungkapkan secara brutal. Jika hal itu terjadi, bisa saja mengancam jati diri palsu yang selama ini tertuang. Itulah yang ia takutkan, warna hitam dalam diri memang sejatinya tak perlu untuk ditampilkan. Lagi-lagi karena ia tau bahwa bungkus adalah modal utama untuk bersinar.

Keramaian yang dilihat orang lain berbanding lurus dengan apa yang terjadi. Dari balik sorak-sorai, ada satu sudut sempit yang tak mampu dijangkau oleh orang lain. Hanya lelaki itu yang tahu. Ia pintar menutupi, segala makna kehidupan yang menurutnya pahit hanya untuk dijadikan konsumsi pribadi.

Buruk..
Jika ada orang lain yang ikut campur dalam sesi kehidupan terdalamnya. Gelap dibalik terang, lelaki itu merasakan kenyataan. Apa yang ia alami selama ini cuma fatamorgana. Ada namun tidak ada, yang ada hanya bintik kebenaran yang disimpan rapat dalam satu ruangan kecil di hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun