"Kau yakin?"
"Setidaknya begitulah kata dokter. Aku tak mengerti dunia kedokteran."
Dengan hati-hati aku berkata, "Sabar, ya, Shin."
"Kau tak perlu berkata sepelan itu. Aku tak akan pernah tersinggung. Terutama karena kata-katamu."
Aku terkejut saat dia mengatakannya. Dia seakan bisa membaca fikiranku.
***
Aku menangis. Kini warga akan mencemoohku sebagai ibu yang gagal. Anaku telah berani merokok, bahkan secara terang-terangan. Aku tak bisa membayangkan bagaimana mereka akan mencemoohku.
Shinta berada di sampinhku saat itu. Dia menemaniku menangis. Aku menangis sambil menumpahkan cerita kekecewaan dan rasa malau yang kurasakan.
Dia hanya diam saat mendengarkan ceritaku. Dia seakan ingin membalas dendam kepadaku seperti kejadian di sungai kala itu.
Lama aku menangis dan panjang sudah cerita yang kuungkapkan. Lalu dia berkata,
"Kau tak perlu sesedih itu."