Aku mengangguk.
      Perjalanan dari luar gerbang ke ruang kelas agak lumayan, sesekali aku menoleh ke belakang untuk melihat ayahku melambaikan tangannya. Bukan tanda perpisahan, namun sebagai isyarat bahwa ayahku selalu ada untuk menjagaku.
*****
      Pesan yang sama tidak pernah aku sampaikan kepada Nana, anakku.
Gerbang sekolah sudah terlihat, Nana tampak ceria ketika ia bertemu dengan teman-temannya. Kadang, tidak mau diantar sampai depan gerbang karena ingin berjalan bersama dengan teman-temannya. Kali ini ia memintaku untuk berhenti, lalu ia turun sendiri dan berlari ke arah teman-temannya. Kebiasaan itu membuatku tidak sempat memberikan nasehat, pesan yang ayahku sampaikan dulu.
      Aku berbalik, mengayuh sepeda pulang ke rumah.
*****
      Hari Minggu waktunya sekolah libur. Sering ayah mengajakku ke kebun teh di hari libur sekolah. Kebun teh yang dikelola ayahku bukanlah miliknya, melainkan milik Pak Kir, adik dari ibuku. Pak Kir orangnya baik, ramah kepada semua orang, sama seperti ibuku. Aku memanggilnya paman.
      "Selamat pagi, paman," sapaku ceria. Â
      "Eh ada Amanda, bagaimana kabarnya?" balasnya.
      "Baik,"