Perjalanan pulang terasa cepat mereka kini telah sampai di sebuah gang sempit  bergapura merah putih berbahan kan bambu dengan plang bertulisan "Dirgahayu Indonesia" di atasnya, area gang itu berada di sekitar daerah pertokoan-pertokoan yang cukup ramai. Jarak rumah Raka hanya berkisar tujuh meter dari gerbang dan daerah pertokoan itu.
Dari kejauhan Raka melihat rumahnya amat sepi dengan hawa yang terasa agak berbeda, lampu-lampu rumah tampak belum dinyalakan satu pun dan terlebih lagi tidak biasanya kedai sudah ditutup di jam 5 sore.
"Bang sepertinya bibi dan paman lagi ngak ada di rumah." Gumam Rival.
"Sepertinya iya." Balas Raka yang tengah heran dengan apa yang ia lihat.
Mereka berdua memasuki halaman rumah dari pintu pagar kecil yang hanya muat untuk dimasuki satu sepeda motor, namun halamannya cukup luas. Halaman depan rumah Raka dibagi menjadi dua kanan untuk kedai kiri adalah taman yang dipenuhi tanaman-tanaman hias yang amat cantik terpajang dan tertata apik.
Sembari melangkah tuk melerai gagang pintu yang tak jauh di depannya Raka menoleh ke setiap sudut rumahnya, jendela kamarnya terlihat terbuka dan di pojokkan rumah dekat pintu terdapat rak sepatu besar kayu yang agak berdebu dengan beberapa sandal lengkap, seperti tak ada tanda-tanda orang keluar dari rumahnya.
Rival mencoba mendorong pintu sembari mengucapkan salam, melihat hal itu wajah Raka tertegun dan merasakan hal yang sangat amat janggal dan tidak biasa ketika mendapati pintu rumahnya tak dikunci sama sekali. Raka semakin merasa curiga  bergegas masuk menjatuhkan tas yang ia gendong hingga tidak memedulikan sepatunya yang masih terpasang rapih di kedua kakinya.
Ia berteriak-teriak memanggil Hirako dan Emilia meski tanpa sahutan, rumah itu sepi melompong bahkan Raka mengecek satu persatu ruangan demi ruangan rumahnya. Hingga betapa terkejutnya ia ketika membuka pintu kamar mandi belakang dan menemukan kedua orang tuanya tengah bergelantungan tidak bernyawa tercekik tali tambang.
Jantung Raka Berdegup kencang kakinya pun lemas kehilangan keseimbangan menopang berat tubuhnya hingga ia pingsan hampir tersungkur tak berdaya. Beruntungnya Rival amat sigap dan berhasil menahan tubuh Raka yang hampir menghantam lantai, jika tidak mungkin Raka akan bernasib sama dengan kedua orang tuanya.
Melihat kondisi keluarga Hirako yang mengenaskan, keadaannya begitu sangat mengerikan bagi seorang anak gelandangan di bawah umur, tubuh Rival goyah bergetar memaksanya menutup mata dan memanggul Raka yang sedang pingsan dan membaringkannya di atas kursi sofa.
Peristiwanya begitu cepat bahkan para tetangga syok mendapati kabar duka yang amat mengerikan dari keluarga Hirako, mereka menganggap keluarga Hirako adalah orang yang sangat baik dan dermawan meski hidupnya penuh kesulitan. Sirene mobil ambulans dan polisi mendengking-dengking merapati area kediaman keluarga Hirako. Sementara Raka masih belum siuman dan sempat mengalami koma selama 2 hari.