Mohon tunggu...
Ulul Husna
Ulul Husna Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga yang nyambi menjadi Guru dan cerpenis

Saving the world means saving children's future

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Antara Dinding Kaca Ariani dengan Perempuan Itu

23 Mei 2022   12:41 Diperbarui: 23 Mei 2022   12:43 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ariani ikut-ikutan menarik nafas dan menghembuskan. Mencari kesegaran udara untuk mengganti air yang memasuki paru-paru.

"Bagaimana?" Lelaki itu mendekatkan bibir tebalnya pada telinga si perempuan yang masih tersengal.

"Apa kau mau lagi?" bisiknya lembut, namun penuh dengan kengerian di telinga Ariani.

"Ampun.... Cukup, Bang."

Meski terbata, perempuan itu mencoba mendapat belas kasihan.

Bukannya mengabulkan, lelaki itu malah menunjukkan gigi kuningnya yang penuh dengan karang dan berbau busuk saat nafasnya berhembus. Itu adalah sebuah senyuman. Senyuman yang sama sekali tidak membuat hangat perasaan, namun senyuman sinis serupa anak setan yang baru saja menemukan mangsanya. Senyum yang hanya sedetik, berganti menjadi geram kemarahan yang entah datang dari mana. Tak ayal. Bagai mengulang adegan, dia membenamkan lagi kepala perempuan itu ke dalam bak mandi. Berulang dan berulang kali.

Ariani tak sanggup lagi. Jerit yang tak sempat keluar membuatnya penuh. Penuh dengan bermacam perasaan. Takut, panik, dan marah.

Angannya mencoba melarikan diri dengan cara mengembara ke waktu damainya. Di saat Ariani masih asyik dalam dunia yang hanya ada kegembiraan dan bersenang-senang. Tak ada cacian, fitnahan, pun pukulan bertubi-tubi.

Meski kemujuran tak selalu mendatangi, namun tak seorangpun peduli pada gadis remaja yang sibuk memulung di tempat pembuangan akhir. Dunianya hanya ada keceriaan dan canda dengan teman-teman. Tak ada orang tua juga saudara. Tapi Ariani, juga perempuan itu, bahagia.

Berlomba dengan teriakan para pria berseragam sudah menjadi rutinitas yang meski sedikit mendebarkan, namun serasa memperoleh satu medali saat mereka berhasil kabur.

Ariani begitu menikmati hari-hari itu. Juga perempuan itu. Kemanapun Ariani pergi, perempuan itu tak lepas dari genggaman. Mereka bagai dirantai takdir, takkan terpisah meski maut mendatangi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun