Pembelaan itu semakin membuat lelaki itu kalap. Bogem mentah mendarat di perut yang serupa samsak tinju terbuat dari daging mentah.
Lagi-lagi Ariani sanggup merasakan ngilu di perut akibat ulah lelaki itu.
"Ampun, Bang ...."
Rintihannya hanya suara lirih yang bahkan hampir tak terdengar. Sayang tajam pendengaran lelaki itu malah membuat petaka bagi si perempuan.
"Ampun? Kau pikir cukup kata ampun untuk menutupi pengkhianatan mu?!"
Terdengar sesuatu diseret dengan paksa dan menimbulkan suara keras karena menabrak benda di sekitar. Ariani tahu sesuatu itu dan siapa yang menyeretnya.
Rintihan memohon tak menghentikan seretan itu.
Ariani mendengar pintu dibuka dengan kasar dan menabrak dinding, membuatnya berjingkat.
"Dosamu harus dibersihkan. Aku tak mau melihat manusia penuh dosa sepertimu di rumah ini!"
Suara air mengucur deras membuat bulu kuduk Ariani meremang. Dia pernah secara tak sengaja melihat apa yang terjadi saat bunyi keran kamar mandi mulai terdengar. Dan itu sangat menyayat hatinya.
"Kamu mesti ingat, jika bukan karena aku, kamu sudah mati kelaparan di kolong jembatan itu! Kamu punya hutang nyawa padaku, ingat!"