Dalam dunia modern, soft skills seperti kejujuran, komunikasi, dan integritas seringkali lebih dicari daripada sekadar IPK tinggi. Maka dari itu, sejak SD, sejak dini, anak harus dibiasakan untuk bersikap jujur.Â
Bukan Nilainya, Tapi Caranya
Orangtua di rumah juga harus turut andil. Jangan hanya tanya, "berapa nilaimu?" Tapi tanya juga, "kamu jujur saat ujian, kan nak?"
Anak-anak belajar bukan hanya dari guru di sekolah tapi juga dari respons orangtua di rumah. Jika orangtua terlalu menekan soal nilai maka anak bisa terdorong mencontek demi menyenangkan orangtua.
Maka orangtua perlu menjadi mitra sekolah dalam menanamkan karakter. Nilai bagus memang menyenangkan. tapi nilai jujur jauh lebih membanggakan.
Dalam konteks ini, kita perlu dorong lahirnya budaya "jujur itu keren". Jadikan kejujuran sebagai tren, bukan sekadar keharusan.
Guru-orangtua juga bisa mengajak siswa berdiskusi setelah ujian. Tanyakan, apa yang mereka rasakan? Apakah mereka sempat tergoda mencontek?
Ajak mereka mengenali perasaan bersalah itu. Proses ini bisa jadi emotional literacy yang penting bagi perkembangan moral anak.
Dunia pendidikan tidak bisa hanya menjadi pabrik nilai. Ia harus menjadi laboratorium karakter.
Jangan menunggu sampai anak terjebak dalam masalah besar baru kita sibuk menanamkan nilai moral. Sebagaimana isu terkini terkait anak bermasalah masuk barak.
Pendidikan karakter tidak bisa dilakukan secara instan. Ia adalah proses panjang dimulai dari hal kecil. seperti kejujuran saat ujian.