Keputusan Mendikdasmen Nomor 14/M/2025 yang secara resmi menghentikan Program Sekolah Penggerak (PSP) dan Program Guru Penggerak (PGP) membuka babak baru dalam perjalanan pendidikan Indonesia. Penghentian ini mungkin mengejutkan namun sejatinya ini adalah bagian dari dinamika besar perubahan kebijakan yang sering terjadi seiring dengan pergantian menteri. Seperti yang kita ketahui, setiap perubahan kepemimpinan di Kementerian Pendidikan selalu menghadirkan kebijakan baru, menggantikan yang lama, atau bahkan menghentikan program yang sudah berjalan. Hal ini tidak bisa dipungkiri dan menjadi sebuah paradoks dalam sistem pendidikan kita. Hmm.. ganti menteri, ganti kebijakan.
Sebelum membicarakan lebih jauh tentang dampak penghentian PSP dan PGP, ada baiknya kita memahami latar belakangnya. Program Sekolah Penggerak (PSP) yang diluncurkan dengan tujuan untuk mentransformasi sekolah-sekolah di seluruh Indonesia melalui peningkatan kualitas kepemimpinan, pembelajaran, dan pengelolaan pendidikan, kini telah berakhir.Â
Demikian pula dengan PGP, yang bertujuan untuk membangkitkan semangat para guru dalam meningkatkan kompetensinya melalui pelatihan, kolaborasi, dan berbagi praktik baik.
Program ini dirancang untuk membangun para guru agar mampu membawa perubahan positif di sekolah masing-masing serta menciptakan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan bagi siswa.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa PSP dan PGP juga datang bersama sejumlah tantangan. Program ini cenderung eksklusif dengan akses terbatas hanya pada guru-guru yang sudah terdaftar di Dapodik dan memiliki pengalaman mengajar minimal lima tahun. Hal ini membuat banyak guru yang sebenarnya sangat ingin mengikuti PPG malah tertinggal atau bahkan tidak kebagian kesempatan.Â
Selain itu, keberadaan program ini di beberapa daerah juga terkesan tidak merata sehingga menciptakan ketimpangan dalam implementasinya. Oleh karena itu, meskipun program ini berhasil melahirkan banyak Guru Penggerak yang berdedikasi. Ada pula banyak yang merasa bahwa keberadaan PGP kurang dapat diakses oleh seluruh lapisan guru.
Namun, meskipun program ini dihentikan bukan berarti perjuangan guru harus berakhir. Guru tidak boleh berhenti bergerak, tergerak, dan menggerakkan. Meskipun tanpa adanya program resmi seperti PGP, para guru tetap memiliki tanggung jawab besar untuk terus mengembangkan kapasitas diri mereka.Â
Guru Penggerak yang telah lulus dari program ini, tentu saja harus tetap menjalankan peran mereka sebagai agen perubahan di lingkungan pendidikan.Â
Bahkan lebih dari itu, mereka harus menjadi contoh bagi rekan-rekan sejawatnya untuk terus berkolaborasi dan berbagi praktik terbaik yang dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.
Setelah penghentian ini para guru harus menyadari bahwa pendidikan adalah sebuah perjalanan panjang yang tidak tergantung pada satu program atau kebijakan.
Pendidikan tidak akan pernah berhenti berkembang. Begitu pula dengan peran guru yang terus menuntut mereka untuk berinovasi dan beradaptasi dengan perubahan zaman.Â