Mohon tunggu...
Ai Sumartini Dewi
Ai Sumartini Dewi Mohon Tunggu... Guru - Humanis, pekerja keras, dan ulet

Hidup yang singkat hendaknya diisi dengan kegiatan yang bermanfaat baik bagi diri sendiri ataupun orang lain. Menulis merupakan salah satu kebermanfaatan hidup. Dengan menulis kita merekam jejak hidup dan mengasah otak supaya tetap tajam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sama

7 September 2020   18:21 Diperbarui: 7 September 2020   18:22 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seminggu berlalu semenjak kostnya di dekat rumah uaku selesai, dia tak berkabar. Seperti angin yang berlalu saja.  Mulanya aku kehilangan, tetapi lama kelamaan sudah terbiasa juga. Sampai suatu hari aku ketemu Aryani di angkot. Kami ngobrol panjang lebar karena aku sudah lama nggak ketemu dia. Aku dan Aryani saat ini beda sekolah. Dia berhasil masuk sekolah yang diinginkannya yakni masuk SKO. Aryani bercerita kalau dia senang sekali sekolah di situ. Bakat-bakat yang dulu terpendam sekarang tereksplor.

" Sekarang ikut olah raga apa Yan? Tanyaku.

" Kalau di SKO semua olah raga harus diikuti An, hanya boleh milih spesialisasi salah satu. Dan aku ambil lari." Jawab Aryani semangat.

" Oh gitu Yan, kamu sih dulu juga suka lari kan ya? " kataku.

" Iya , inget nggak waktu class meeting kita ikut lomba lari." Tanya Aryani padaku.

" Iya inget  kan kita barengan." Jawabku sambil tertawa riang.

Dan kita tertawa mengingat kejadian waktu itu. Aku ditertawakan karena aku salah belok jadinya orang lain sudah sampai finish , aku malah nggak sampai-sampai. Dan baru sampai hapir tengah hari aku sampai sekolah.

"Kalau Ani milih ekskul apa?" Tanya Aryani.

" Kalau di sekolahku wajib milih Pramuka dan satunya silat." Jawabku.

" Oh gitu,kok nggak ambil tari?" Taya aryani kembali.

" Kalau tari ada jam tersendiri dan aku rasa itu cukup buat aku latihan Yan, " jawabku.

" Oh gitu ya An." Timpalnya.                      

" Iya Yan,  eh nih sudah hampir mau sampai." Ujarku ke Aryani. Saking asyiknya aku ngobrol sama Aryani sampai nggak kerasa aku sudah sampai ke terminal angkot Warungkondang. Dan aku jalan kaki menuju rumah Uaku. Sampai rumah, aku istirahat sampai terdengar ua memanggilku dan menyuruh aku makan malam. Setelah makan malam mengerjakan tugas dan aku tidur.

Esoknya setelah solat subuh, aku seperti biasa beres-beres bantu ua dan kakak sepupuku. Sambil menuggu waktu untuk berangkat sekolah, aku baca buku. Kebetulan kemarin aku pinjam novel dari perpustakaan. Lagi asyik baca tiba-tiba terdengar ada yang yang bersuara tapi kurang jelas.

" Sssttt " Aku dengar seperti itu. Aku nggak menoleh karena aku pikir suara cecak atau bebek. Aku melanjutkan baca dan suara itu terdengar lagi.

" Ih suara apaan sih" gumamku. Tak sengaja ekor mataku melihat batu yang dulu dia duduki. Aku kaget dan bingung kenapa seperti ada dia. Aku gosok-gosok mataku khawatir itu fatamorgana. Tetapi setelah berulang kali ternyata tetap nyata.

" Hey apaan sih pakai gosok-gosok mata" ujarnya. " Ini aku bukan hantu."

" Ih apaan, aku takut yang manggilnya batu." Aku jawab sekenanya.

" Kaget ya..? "Ucapnya sambil nyengir.aku mengangguk tanda menyetujui ucapannya.

" Masa hantu datang siang-siang An" ujarnya lagi.

"Kok ada di sini? Tanyaku aneh." Kan sudah selesai PKLnya.

"Loh emang nggak boleh gitu? Kangen denger yang nyanyi di atas sana." Jawabnya. Aku tersipu malu.

" Aku nggak diajak masuk An?" tanyanya lagi.

" Masuk kemana? Ke batu? Jawabku sekenanya

" Duh masa disuruh masuk ke batu." Jawabnya. " Kaya udang dong."

Dan kami tertawa lepas seolah saling melepas rasa yang terpendam yang kami sendiri nggak sadari.

"An kenal sama Aryani nggak?" tanyanya padaku." Ada adik kelas katanya dulunya sekolah di SMP Warungkondang."

" Kenal lah, kan dia teman sebangku aku dulu." Jawabku sambil tertawa.

" Oh  dulu sekelas sama Aryani ya?" Tanyanya.

" Iya , kok tahu Aryani?" Tanyaku.

" Tahu lah kan aku kenal Aryani." Jawabnya.

Aku baru inget kalau Aryani satu sekolah dengan Dia hanya beda tingkatan. Aryani kelas dua, dan dia kelas tiga.

" Kenapa nggak cerita kalau waktu SMP sekelas sama Aryani." Ujarnya.

" Kan nggak nanya." Jawabku sekenanya.Lagian aku juga lupa kalau Aryani satu sekolah dengan kamu. Lalu dia cerita awal kenal aryani dan memberanikan diri nanya tentang aku. Dan kami tertawa lagi. Katanya kalau tahu aku kenal aryani bahkan pernah sekelas dia nggak akan bingung.

" Bingung kenapa gitu " tanyaku.

" Bingung nyari info tentang kamu." Jawabnya membuat aku tersipu-sipu malu sekaligus seneng.

" Kenapa dicari infonya? Kan sudah tahu" Ujarku sambil meliriknya.

" Ya biar lengkap aja infonya. Kan waktu itu kita ketemunya ngegantung." Jawabnya.

"Salah sendiri kenapa hobinya ngintip." Imbuhku nggak mau kalah.

Dia tersenyum sambil menatapku. Karena aku serba salah ditatap dia maka aku tanya lagi.

" Sekarang sudah lengkap belum?" Tanyaku sambil meliriknya.

"Sedikit lagi." Jawabnya sambil membuka minuman untukku.

" Niat banget ya piknik ke batu ini?" Tanyaku lagi " Sampai bawa air minum."

" Iya kan mau nyari info, biar santai harus bawa bekal." Jawabnya dan meminum air minumnya.

Lama kami ngobrol dan tak terasa sudah sampai waktu ashar. Kami berdiri dan jalan naik ke tangga. Dia mengajakku ke rumah ibu kostnya dulu tapi aku masih malu-malu.

" Ke rumah ibu kost dulu yu? Ajaknya.

" Nggak ah, malu." Jawabku. Tiba-tiba dia menatapku dan bilang pelan-pelan " Aku suka Kamu." Aku yang mendengarnya kaget dan deg-degan. Aku bengong dan langkahku terhenti.

" An, aku nggak bisa romantis kaya orang, tapi ucapanku tadi itu asli dari hati" ujarnya dalam. " Dan kalau Ani mau tahu rasa itu sudah ada sejak pertama lihat Ani duduk di jendela, walau saat itu Ani nggak tahu. Dan sejak itu aku jadi hobi di batu dan memandang Ani."

Aku jadi salah tingkah mendengar penjelasannya. Melihat aku salah tingkah lalu dia melanjutkan ucapannya." Aku nggak maksa harus dijawab hari ini An, tapi kalau Ani sama jawabannya denganku, besok pulang sekolah ditunggu di terminal Joglo." Lalu tanpa menunggu jawabanku dia pamit pulang. Aku memandangi punggungnya berharap nengok ke belakang tetapi dia terus melaju. Aku pun pulang ke rumah Ua dan solat ashar.

Semalam aku nggak bisa tidur memikirkan ucapannya. Aku bingung dengan pernyataannya. Dan aku bingung dengan hatiku sendiri. Sepertinya terlalu cepat mendengarnya walau hati senang. Saking gundahnya sampai aku tertidur dalam rasa itu.

Besoknya aku bangun kesiangan, dan langsung berangkat ke sekolah. Masliah dan Lilit sampai terpingkal- pingkal denger ceritaku. Bel berbunyi tanda waktunya pulang. Aku dan teman-temanku keluar kelas pamitan pulang. Aku cerita ke Masliah tentang ucapannya kemarin. Walau dia tertawa tapi dia berkata bijak. Katanya ikuti kata hati aku. Sengaja aku jalan dari sekolahku . Hal ini untuk sekedar menenangkan perasaan hatiku yang mulai bertalu-talu sejak aku bubar dari sekolah.

" Tenang An, semua akan baik-baik saja." Ujar masliah." Perlu aku tungguin nggak?

" Iya Iah, nggak apa-apa kok, doain aku yang terbaik ya.." kataku terbata-bata. Masliah tertawa melihat tingkahku yang seperti kerbau dicucuk hidung. Masliah tahu perasaanku, jadi sepanjang jalan dia ngajak aku ngobrol. Sampai di terminal Joglo, Masliah pamit naik angkot duluan. Aku berjalan ke tempat yang kemarin dia sebutkan. Dalam hatiku apapun kata hati nanti aku tetap harus menemuinya. Ternyata bangku dibawah pohon plamboyan masih kosong dan aku duduk di situ. Baru mau sampai ke bangku tiba-tiba ada yang mengasongkan minuman. Lalu aku lirik dan ternyata dia sedang tersenyum.

" Minum dulu An, cape kan jalan." Ucapnya sambil menusukkan sedotan minumanku. Aku tersenyum tandanya aku memang cape. Tapi bukan cape tenaga melainkan aku cape menata hati. Aku sedang mengirup minumanku, dia duduk di sebelahku.

" Kenapa tadi jalan kaki?" tanyanya padaku. "Sengaja ya biar lama."

" Nggak juga, ih geer ." jawabku sekenanya.

" Tahu nggak An? Aku sudah nunggu kamu dari jam 11 tadi. " ujarnya sambil meminum minuman kemasannya.

" Oh ya? Tanya aku balik." Kenapa? Kan kita janjiannya sepulang sekolah." Aku nggak mau kalah. Dia tersenyum penuh teka teki.

" Sebetulnya tadi aku deg-degan An, takut Ani nggak datang." Ujarnya.

" Kenapa deg-degan segala? " tanyaku lagi. Dan dia menatapku.

" An boleh nggak aku geer? Tanyanya." Ani nggak usah menyatakan apapun, aku sudah tahu jawabannya. "

"Ih sok tahu banget" gumamku dalam hati. Lalu aku menoleh kepadanya." Geer apa?

" Dengan Ani datang ke sini, bagiku itu sudah jawaban bahwa kita punya rasa yang sama." Ujarnya sambil menatapku.ditatap seperti itu aku jadi salah tingkah.
" Syukur deh kamu paham " kataku

" Aku nggak akan maksa jawab iya tapi hatinya nggak, yang penting dengan datang Ani ke sini aku sudah yakin." Imbuhnya.

Kami ngobrol tentang banyak hal, sesekali tentang pelajaran atau tentang teman-temannya. Katanya awal ketemu aku, dia dan teman-temannya sudah ngomongin aku. Aku jadi geer dan hampir saja hidungku kembang kempis. Dia tertawa. Ternyata untuk menyatakan suatu hubungan tidak harus yes or no tetapi cukup untuk saling memahami tanda bahwa kita sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun