Kekayaan intelektual (KI) sering jadi bahan obrolan. Katanya penting, dan memang begitu adanya. Terutama untuk kelangsungan usaha UMKM.Â
Intinya sederhana: melindungi produk dari penjiplakan dan memastikan merek dagang tetap aman. Dari situ lahir banyak gagasan.Â
Salah satunya dorongan memakai teknologi tingkat tinggi untuk menjaga KI. Contohnya yang sering disebut adalah blockchain.
Kedengarannya modern. Menggoda juga. Karena menjanjikan pencatatan yang aman, transparan, dan sulit dimanipulasi.Â
Banyak orang lalu melirik ke luar negeri. Rusia, misalnya, mengembangkan IPChain yang dijelaskan WIPO pada 2019. Fungsinya sebagai platform digital untuk mengelola hak kekayaan intelektual.Â
Di atas kertas, ini terlihat seperti jalan pintas yang manis. Seolah bisa menyelesaikan segalanya.Â
Tapi pertanyaannya penting. Apakah ini langkah pertama yang tepat untuk Indonesia? Mungkin kita perlu menahan diri sebentar dan berpikir lebih jernih.
Realitas di lapangan sering tidak seindah proposal teknologi. Coba tengok pelaku usaha kecil. Banyak yang berdagang di pasar tradisional. Sebagian lagi berusaha di pelosok desa.Â
Sebagian besar belum paham apa itu KI. Urusan pendaftaran merek pun masih asing.Â
Fokus mereka satu: dagangan laku. Ini fakta yang tidak bisa disangkal.Â
Pemerintah pun mengakui tantangan tersebut. Karena itu program sosialisasi terus dijalankan oleh DJKI Kemenkumham pada 2023 untuk meningkatkan pemahaman KI di kalangan UMKM.