Mohon tunggu...
Ahmad Jefri
Ahmad Jefri Mohon Tunggu... Penulis - berbagi untuk kehidupan bersama yang lebih baik

'' hidup yang sesa'at harus bermanfaat untuk orang lain''

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

ARYO dan Hidupnya (Catatan Hidup Sang Penulis)

6 Mei 2021   17:53 Diperbarui: 6 Mei 2021   18:14 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang publik mengontrol, membentuk suatu opini massal yang melahirkan manusia-manusia pandir (bodoh/ bebal), semua demi kepentingan segelintir orang di dalam keuntungan atas nama kekuasaan, dengan ini arah kebijakan di buat atas legitimasi  (kualitas hukum dalam pengakuan masyarakat) diri dan kelompoknya, tanpa menyentuh semua kalangan masyarakat, terutama bagi masyarakat miskin.

Hal ini tercermin ketika melihat sikap apolitis (tidak tertarik dalam politik) masyarakat miskin dalam menyikapi prihal tentang politik, sikap apolitis terwujud di dalam apatisme (acuh dan masa bodo) serta  banalitas (ketika suatu kekeliruan tidak lagi di kenali karena sudah menjadi hal biasa), dalam hal ini kesadaran masyarakat tentang politik yang menyikapinya secara apolitis lebih di tekankan oleh sifat banal, sifat banal melenyapkan esensi terpeting perpolitikan, perpolitikan terwujud atas aturan yang membentuk kepentingan bersama sehingga dapat menghasilkan keadilan dan kesejahteraan untuk semua kalangan masyarakat,

Politik mewujudkan setiap aturan, tatanan untuk membuat manusia menjadi lebih beradab, hal terbaiknya adalah ketika negara ini menganut sistem demokrasi (kekuasaan yang di jalankan oleh rakyat, untuk rakyat dan kembali kepada rakyat), rakyat dalam arti semua kalangan masyarakat adalah pemegang amanat terbaik dalam menjalankan kekuasaan, untuk itu setiap kebijakan harus menyentuh kepentingan rakyat agar tercipta kemakmuran dan kesejahteraan bersama, demokrasi menciptakan kesetaraan, kebebasan berpendapat, dan membela hak asasi manusia, semua tertuju pada cita-cita bersama menuju kemakmuran dan kesejahteraan.

Namun realitas yang terjadi di negara ini sangatlah berbeda, Demokrasi hanya sekedar partisipasi warga negara dalam menentukan pilihan pemimpin di dalam penyelengaraan pemilu, dalam hal ini rakyat hanya di jadikan komoditas angka setatistik untuk meraih keuntungan suara, dengan dompet tebal, tanpa kredibilitas, para calon pemimpin bergeliat, mencitrakan diri mereka di dalam bungkus-bungkus agama, penyelewengan kebenaran melalui opini media atau pun sikap dermawan melalui pemberian harta benda, semua demi satu tujuan, tahta kepemimpinan melalui perolehan suara, semua di selaraskan dengan hampir tidak adanya sikap kritis rakyat dalam menentukan pilihan terbaik untuk memilih pemimpinya.

Dengan ini demokrasi hanya wacana kosong, cita-cita luhurnya (kemakmuran dan kesejahteraan) adalah sebuah utopis, karena sejatinya politik negara ini telah jatuh di dalam oligarik (sekumpulan orang kaya ,memerintah demi kepentingan diri dan kerabat dekatnya), pentingnya seperangkat pengetahuan politik setiap individu warga negara akan membuat warga negara memiliki sikap heroisme (keberanian dalam membela kebenaran dan keadilan) sikap ini lahir di dalam kelayakan pendidikan yang di dapatkan seseorang dalam mencapai pengetahuan secara matang, pendidikan melenyapkan kepandiran (sifat bebal dan bodoh), pendidikanlah melestarikan sikap kritis (mempertanyakan kebenaran sampai ke akar-akarnya), kita semua mendambakan ruang publik terisi oleh manusia-manusia kritis yang terus berjuang untuk kehidupanya di dalam arah perpolitikan, karena ini sesuatu pondasi terpenting bagi kelangsungan hidup kita, tidak hanya untuk diri kita, untuk keluarga kita, kelangsungan kehidupan anak-anak kita dan generasi penerus.

Pendidikan adalah sebuah kewajiban yang harus di dapatkan oleh semua kalangan masyarakat di negara ini, tidak peduli mereka kaya atau miskin, memiliki tubuh sempurna atau cacat, warga mayoritas atau minoritas, semua berhak mendapatkan pendidikan secara layak, melihat paradigma pendidikan di negara ini yang berjalan sangat timpang, ketika mereka dari keluarga kaya  mendapatkan pendidikan layak ( universitas) sementara si miskin yang harus menyelesaikan secara tidak layak (SD, SMP) karena keterbatasan ekonomi membuat arah pendidikan kita menghasilkan kesenjangan sosial antara kehidupan si kaya dan miskin, menyadari akan cerita aryo dan teman-temanya, serta realitas yang terjadi terhadap anak-anak miskin lain yang harus putus sekolah dan memilih bekerja, atau para orang tua di dalam keterbatasan ekonomi bersikap sangat skeptis terhadap proses pendidikan anak-anak nya,

Kita menyadari  bahwa realitas sosial masyarakat kita terbangun atas habitus (nilai-nilai sosial yang di hayati berlangsung lama, sehingga menjadi suatu pola kebiasaan yang berlangsung secara terus menerus) yang salah arah, pendidikan harus menjadi suatu kebutuhan dan prioritas utama pada sistem masyarakat kita, terutama masyarakat kelas menengah kebawah (miskin),untuk hal ini peran pemerintah haruslah singkron dengan prioritas pendidikan itu sendiri, standarisasi biyaya sekolah harus menjangkau kemampuan ekonomi kelas menengah kebawah, agar masyarakat miskin dapat menikmati taraf pendidikan tertinginya di universitas, membangun gedung-gedung sekolah di daerah terpencil sebanyak mungkin hal ini memungkinkan meratanya pendidikan yang tidak hanya terpusat di kota-kota besar di negara ini, guru haruslah menjadi mentor  dalam memberi edukasi terhadap kesadaran para siswa dalam mengembangkan hidupnya, 

''Ruang sekolah tempat manusia memulai proses belajar dari tahap taman kanak-kanak (TK) sampai dengan tahap akhir di dalam UNIVERSITAS adalah tempat manusia mencerap berbagai macam ilmu pengetahuan, berbagai macam penemuan umat manusia (teknologi canggih) di dapati melalui proses peradaban yang di dalamnya manusia memulai  belajar di dalam ruangan sempit (kelas), namun daya fikirnya tak terbatas sehingga melahirkan manusia-manusia unggul yang mampu menciptakan hal yang luar biasa, sejarah mencatat bahwa kerapuhan manusia (kematian), terlampaui dengan setitik keabadian melalui karya yang mereka tinggalkan melalui buku-buku yang di hasilkan lewat proses belajar secara terus menerus.

                                             *************************************************************************

Pada suatu hari kejadian mengelitik di dapati aryo, namun kejadian ini menjadi malapetaka baginya, di mulai dari keisengan aryo di dalam kelas terhadap teman sekelasnya (wanita) , di dalam kelas ada satu wanita yang terbiasa menjadi olok-olok aryo dan teman-temannya yang lain, karena mungkin wanita ini bertubuh besar dan berkulit hitam sehingga menjadi bahan olok-olok teman sekelasnya, pada waktu di mulai jam istirahat, aryo dan temanya yang lain berusaha menganggu wanita itu ,,,

             dengan ucapan;,,,dut,,dut,,,gendut!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun