Refleksi: Menjadi Penjaga Cahaya
Di setiap zaman, manusia selalu berhadapan dengan kabutnya masing-masing: krisis kepercayaan, ketidakpastian ekonomi, ketakutan akan masa depan. Tetapi selalu ada mereka yang memilih menjadi penjaga cahaya---para pekerja cahaya, para penyalur harapan.
Mereka tidak selalu orang besar. Kadang hanya seorang guru desa, seorang ayah sederhana, seorang sahabat yang mau mendengar, seorang ibu yang berdoa tanpa suara. Tetapi lentera yang mereka nyalakan mampu menuntun banyak jiwa melewati kabut.
Mungkin kita tidak bisa menyingkirkan seluruh kabut di dunia. Tapi kita bisa menyalakan satu lentera. Dan satu lentera cukup untuk menguatkan satu langkah.
Penutup: Cahaya yang Tak Pernah Padam
Hidup adalah perjalanan panjang. Ada saat terang, ada saat gelap, ada pula saat berkabut. Kita tidak selalu bisa memilih medan, tapi kita bisa memilih sikap.
Ketika kabut keraguan datang, jangan berhenti. Jangan menyerah. Jangan padamkan lentera yang kau bawa. Jagalah ia dengan doa, dengan cinta, dengan harapan.
Sebab lentera kecil itu, bila dijaga, akan membawamu melewati kabut, menuntunmu menuju fajar, hingga akhirnya kau berdiri di hadapan Matahari Cahaya Ilahi---tempat segala keraguan luruh, dan segala kepastian menemukan rumahnya.
"Menyalakan lentera di tengah kabut keraguan bukanlah tentang mengusir kabut, melainkan tentang menjaga cahaya tetap hidup sampai Sang Cahaya Sejati menyingkapkan jalan."
TAG: #TrilogiCahaya #LenteraJiwa #RenunganSpiritual #MotivasiHidup #InspirasiHidup #PencerahanJiwa #RenunganHarian #MotivasiDiri #Spiritualitas #JalanHidup #FilosofiKehidupan #CahayaIlahi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI