Ryota perlahan mendekat. Tapi saat ia menyentuh akar pohon, sebuah bisikan masuk ke telinganya bukan dari luar, melainkan dari dalam kepalanya.
"Masih bisa kembali, Ryota..."
Itu suara Haruna.
Ia menggigit bibir, menahan air mata. "Aku... hanya ingin tahu kenapa."
Langkahnya maju. Ia merangkak masuk ke lubang itu, membiarkan kegelapan menelan seluruh tubuhnya.
Di dalam, dunia berubah.
Tidak ada tanah. Tidak ada akar. Hanya lorong panjang berisi cermin-cermin kabut, dan dalam tiap permukaan cermin, Ryota melihat versi dirinya marah, kecil, menangis, tertawa, membenci... dan satu versi yang berdarah-darah, menggenggam pisau dan menatapnya balik.
Setiap langkah membawa gema tangisan dan jeritan. Tapi bukan dari dirinya dari orang lain. Mungkin ratusan. Mungkin ribuan. Mereka yang pernah datang... dan tak pernah pulang.
Akhir lorong itu membawa ke ruang terbuka. Di tengahnya berdiri sosok Haruna, mengenakan seragamnya, tapi tubuhnya setengah transparan, seperti asap yang membentuk wajah.
"Kenapa... kau datang, Bang?" tanyanya lirih.
Ryota melangkah maju. "Karena aku gagal menjagamu. Aku ingin menebusnya."