Tidak ada suara. Tidak ada angin. Tapi ia bisa merasakan sesuatu menatapnya.
Dan kemudian, dari balik kabut, suara halus menyapa pelan:
"Selamat datang... penulis kematian..."
Bab 5: Rumah Haruki
Suara itu tak berasal dari mulut manusia lebih seperti gema dalam pikiran, pelan tapi merasuk. Ryota mencoba berdiri, menahan gemetar di lututnya. Udara terasa berat. Kabut semakin padat. Tapi samar-samar, di kejauhan, terlihat cahaya kuning keemasan... seperti lampu minyak tua.
Tanpa sadar, kakinya melangkah menuju cahaya itu.
Langkah demi langkah, hutan membuka jalur yang tak pernah ada di peta: jalan tanah kecil yang diapit akar dan batang, menuju sebuah pondok kayu tua, setengah tertutup tanaman rambat. Atapnya miring, dindingnya lapuk, tapi jendela kecilnya memancarkan cahaya hangat.
Pondok itu tak seharusnya ada di sini.
Ryota mendekat pelan, lalu mengetuk pintu dengan hati-hati.
Tok... tok...
Tak ada jawaban. Ia mencoba lagi. Setelah beberapa detik, terdengar suara langkah pelan dari dalam. Pintu kayu terbuka setengah, dan muncul wajah seorang pria tua dengan janggut putih dan mata sipit penuh curiga.