Wakil Ketua PWM Jawa Timur, Dr. M. Sholihin Fanani, juga mengenang dr. Muhtadi sebagai sosok pekerja keras dengan pemikiran yang sangat visioner. Â "Beliau bukan hanya seorang akademisi dan organisator, tetapi juga perencana masa depan yang mampu melihat jauh ke depan," katanya.
Menurut Sholihin, ketenangan Muhtadi bukanlah tanda pasif, melainkan refleksi dari kedewasaan dan kedalaman berpikir. Dia dikenal suka menolong siapa saja tanpa pandang bulu. Baik mahasiswa, dosen, maupun masyarakat umum," cetusnya.
Sikap rendah hati, imbuh Sholihin, menjadi ciri khas Muhtadi. Meski menjabat posisi penting, dia tak pernah menciptakan jarak dengan siapa pun. Dia berbicara lembut namun tegas dalam prinsip.
Ketegasannya bukan untuk menakut-nakuti, melainkan menjaga arah perjuangan agar tetap lurus sesuai nilai-nilai Muhammadiyah. "Beliau tidak pernah pilih-pilih orang. Semua dilayani dengan hormat dan penuh kasih," kenang Sholihin.
***
Nama dr. Muhtadi muncul sebagai sosok yang berperan besar dalam menyatukan, menata, dan membangun Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) hingga menjadi seperti sekarang. Sederhana, tenang, tapi teguh dalam prinsip. Begitulah itulah kesan yang melekat pada dirinya.Â
Dalam masa kepemimpinannya sebagai Rektor kedua UM Surabaya, Mutadi dikenal bukan hanya sebagai seorang dokter yang mumpuni, tetapi juga sebagai organisator, pendidik, dan pemimpin yang sabar. Di bawah kepemimpinannya, universitas yang dulu tersebar di berbagai lokasi itu akhirnya menyatu dalam satu kampus terpadu di Jalan Sutorejo No. 59, Surabaya---sebuah tonggak penting dalam perjalanan panjang UM Surabaya.
Kisah Mutadi tak bisa dilepaskan dari sosok dr. H. Moh. Suherman, Rektor pertama UM Surabaya. Keduanya bertemu di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair). Suherman adalah seniornya, namun hubungan mereka melampaui sekadar kakak-adik kelas.
Mereka sering berdiskusi, berdebat, dan bersama-sama aktif di organisasi kemahasiswaan, hingga akhirnya terjun ke Persyarikatan Muhammadiyah.
Setelah lulus, kedua dokter muda ini tetap berjalan beriringan. Suherman dengan semangat dakwah dan pendidikannya, sementara Mutadi dengan pengabdiannya di dunia kesehatan.