Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenang dr. Mutadi, Arsitek Spiritual dan Penggerak Pendidikan Muhammadyah

10 Oktober 2025   20:03 Diperbarui: 10 Oktober 2025   20:03 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mutadi memiliki prinsip pembangunan yang khas: "thobaq anthobaq"---berjalan setapak demi setapak, berhenti sejenak untuk menilai, lalu melangkah lagi dengan mantap. Ia tahu bahwa membangun universitas bukan perlombaan cepat, melainkan proses panjang yang menuntut konsistensi dan kesabaran.

Pendekatan itu membuahkan hasil. Sumber daya manusia mulai terbentuk, loyalitas tumbuh, dan rasa memiliki terhadap kampus semakin kuat. Dalam pengembangan sarana dan prasarana, ia tidak hanya mengandalkan dana dari mahasiswa, tetapi juga menggerakkan jaringan kedermawanan. Dukungan datang dari alumni, tokoh masyarakat, hingga donatur yang percaya pada integritasnya.

Di sisi lain, Mutadi juga memastikan bahwa kesejahteraan dosen dan staf tidak diabaikan. Ia memperkenalkan sistem gaji bulanan dan remunerasi sebagai bentuk penghargaan terhadap kerja keras sivitas akademika. Langkah itu sederhana, tetapi membangkitkan semangat baru di lingkungan kampus.

Kini, setiap kali kita melintasi Jalan Sutorejo No. 59, berdiri megah kampus Universitas Muhammadiyah Surabaya---hasil dari ketekunan, pengorbanan, dan visi jauh ke depan seorang dokter yang memilih jalan pengabdian.

dr. Mutadi bukan hanya rektor yang memindahkan kampus dari satu lokasi ke lokasi lain, melainkan arsitek spiritual dari semangat keilmuan dan kebersamaan di UM Surabaya. Ia menanamkan nilai bahwa universitas bukan sekadar tempat belajar, tetapi rumah bagi perjuangan, pengabdian, dan cinta terhadap umat.

Warisan itu kini terus hidup, menjadi napas bagi generasi baru di bawah panji Muhammadiyah.

***

Mutadi bersama KH. Abdurrahim Nur, M.A (Ketua PWM Jatim) dan Prof. Harsono (koordinator Kopertis Wilayah VII Jatim) tahn 1992. Foto: um surabaya  
Mutadi bersama KH. Abdurrahim Nur, M.A (Ketua PWM Jatim) dan Prof. Harsono (koordinator Kopertis Wilayah VII Jatim) tahn 1992. Foto: um surabaya  

Ruang tunggu direktur Akademi Keperawatan (Akper) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) pagi itu begitu hening. Kursi-kursi empuk berwarna biru laut tertata rapi, seolah menunggu tamu penting yang akan datang.

Dinding ruangan dihiasi lukisan-lukisan pemandangan alam yang menenangkan, sementara cahaya matahari menyelinap lembut melalui jendela besar dan memantul di lantai marmer yang mengilap.

Suasana tenang itu menyimpan banyak cerita. Salah satunya tentang pertemuan bersejarah antara dr. H. Mutadi, rektor sekaligus direktur Akper UM Surabaya kala itu, dengan dua dosen muda, Dr. Mundakir (kini rektor UM Surabaya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun