Hari itu, Â Mundakir datang untuk memenuhi panggilan sang rektor. Saat itu, dirinya baru saja pindah ke kampus baru di Jalan Sutorejo 59, setelah sebelumnya beraktivitas di kompleks SMA Muhammadiyah 2 Surabaya di Jalan Pucang Adi. Mundakir masih menjadi dosen keperawatan muda yang bersemangat membangun suasana akademik di lingkungan baru.
"Waktu itu kami baru saja menata perkuliahan di kampus baru Sutorejo," kenang Mundakir. "Tiba-tiba Pak Mutadi datang dan mengundang saya ke ruangannya. Saya tidak tahu apa yang akan dibicarakan, tapi nada beliau terdengar penting," imbuhnya.
Mundakir lantas Azis Alimul Hidayar (kini Rektor Universitas Muhammadiyah Lamongan). Mereka segera memenuhi panggilan Mutadi. Waktu itu, ingat Mundakir, Mutadi berdiri dari kursinya, menjabat tangan keduanya, lalu mempersilakan duduk. Di depan meja besar tampak tumpukan dokumen yang rapi.
Setelah berbincang ringan, barulah Mutadi mengungkapkan maksud pertemuan itu. Dia berkata, menjalankan amanah sebagai bukan hal yang mudah. "Tanggung jawabnya besar. Saya butuh orang yang bisa membantu agar lembaga ini tetap berjalan baik," ujar Mundakir menirukan ucapan Mutadi.
Mutadi lalu meminta Mundakir dan Azis mencarikan figur pengganti direktur Akper. "Cari orang yang paham dunia kesehatan, tapi juga punya semangat dan loyalitas untuk Muhammadiyah," pesan Mutadi singkat.
Tugas itu diterima keduanya. Mereka pun mulai mencari sosok yang sesuai dengan amanah tersebut. Suatu hari, mereka bertemu Dr. Mustaqim Fadhil (kini almarhum), yang saat itu menjabat Sekretaris PWM Jatim sekaligus Sekretaris Program Pascasarjana UM Surabaya.
Dalam pertemuan hangat itu, Mustaqim menyebut beberapa nama potensial. "Ada dr. Esty Martina Rachmi dan dr. Rini Krinawati," katanya saat itu. Namun keduanya menolak karena telah memegang jabatan penting di lembaga lain.
Setelah berpikir sejenak, Mustaqim kemudian menyebut satu nama lain. "Coba hubungi dr. Sukadiono," ujarnya. "Masih muda, tapi energinya besar. Dia aktif mengelola beberapa klinik di Surabaya," timpalnya.
Mundakir lalu menghubungi nomor telepon Sukadiono yang diberikan Mustaqim. Singkat cerita, Mundakir dan Azis janjian bertemu dengan Sukadiono di klinik yang terletak di kompleks Masjid Jenderal Sudirman, Surabaya.
Dalam pertemuan tersebut, Mundakir menyampaikan amanah yang diberikan dr. Mutadi. "Semoga Bapak bersedia menerima amanah sebagai Direktur Akper UM Surabaya," tutur Mundakir.
Mendengar itu, Sukadiono tampak terkejut. "Saya? Direktur Akper?" ucapnya sambil tersenyum heran. Namun setelah penjelasan panjang tentang kondisi akademi dan tantangan ke depan, ekspresinya berubah lebih serius. "Insyaallah, saya siap," katanya mantap sambil menjabat tangan Mundakir erat-erat.