Itu adalah ruang rahasia, tempatku bercengkrama dengan bayangmu,
Mengukir senyummu menjadi metafora paling jujur di semesta.
Aku berdiri di panggung duka, tanpa tepukan tangan yang memuji,
Aku adalah penyanyi yang hanya didengar oleh dinding hati.
Aku bernyanyi dalam diamku, sebuah kidung tentang kekalahan termanis,
Melodi yang nadanya adalah denyut dari sepi yang ku peluk erat.
Lalu, dengarlah tawa yang ku lepas, ia bukan bahagia sejati,
Melainkan topeng pualam yang dingin, menutupi mata yang lelah.
Sebab di balik keriangan fana, ada sungai yang tersembunyi,
Aku menangis dalam tawaku, air mata yang tak pernah tumpah.
Ia menggenangi jurang dalam, di mana ego telah lama mati,